Skip to content
Home » Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Pertanggungjawaban Perusahaan dalam Kecelakaan Lalu Lintas

  • by

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU Lalu Lintas”), pada dasarnya mengatur diantaranya mengenai upaya dan/atau kewajban pengemudi dan setiap orang yang bertanggung jawab atas kendaraan yang melintas pada lalu lintas jalan. Adapun, yang dapat dikategorikan sebagai kendaraan sebagaimana dimaksud di atas antara lain yaitu :

1) Kendaraan Bermotor;dan
2) Kendaraan Tidak Bermotor

Terhadap kategori kendaraan tersebut, pada umumnya kendaraan bermotor berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (“PP Kendaraan”), mengkategorikan beberapa kendaraan yang dapat dikelompokkan ke dalam kendaraan bermotor, antara lain yaitu :

1) Sepeda Motor;
2) Mobil Penumpang;
3) Mobil bus
4) Mobil Barang; dan
5) Kendaraan khusus.

Adapun, kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada butir 2, 3, dan 4 sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya berdasarkan PP Kendaraan dapat dikategorikan sebagai Kendaraan Bermotor perseorangan, maupun Kendaraan Bermotor Umum. Terhadap Kendaraan Bermotor Umum, umumnya kendaraan tersebut digunakan untuk menyediakan jasa angkutan umum, baik jasa angkutan orang maupun jasa angkutan barang yang disediakan oleh orang perorangan maupun badan hukum berupa Perusahaan Angkutan Umum.

Dalam menjalankan kegaiatan usahanya, Perusahaan Angkutan Umum wajib untuk memenuhi standar pelayanan, yang sekurang-kurangnya meliputi standar :
a. Keamanan;
b. Keselamatan;
c. Kenyamanan;
d. Keterjangkauan;
e. Kesetaraan; dan
f. Keteraturan.

Selain itu, guna menjaga keamanan dan keselamatan Kendaraan pada saat melaksanakan pengangkutan barang, dengan ini Perusahaan Angkutan Umum khususnya pada angkutan barang, wajib untuk melakukan pengawasan muatan barang, sebagaimana tercantum dalam pasal 169 UU Lalu Lintas, yang setidak-tidaknya wajib untuk mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, serta kelas jalan yang dapat dilalui oleh Kendaraan Angkutan Barang.

Untuk dapat memenuhi standar pelayanan berkendara, dengan ini UU Lalu Lintas juga telah mewajibkan kepada Perusahaan Angkutan Umum, sebagai pemilik Kendaraan Bermotor, mewajibkan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan pengujian secara berkala, sebagaimana tercantum dalam pasal 48 j.o pasal 49 ayat 2 UU Lalu Lintas, yang meliputi hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

Uji Persyaratan Teknis

Uji Persyaratan Laik FungsiIsi

Susunan Kendaraan

Emisi gas buang kendaraan bermotor

Perlengkapan Kendaraan

Tingkat kebisingan

Ukuran Kendaraan

Kemampuan rem utama

Karoseri

Kemampuan rem parkir

Rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya

Kincup roda depan

-

Kemampuan pancar dan arah sinar lampu uama

-

Akurasi alat penunjuk kecepatan

-

Kedalaman alur ban

Uji kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud di atas, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan (“PP Kendaraan”), pada dasarnya wajib dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan masing-masing masa berlaku uji tersebut yaitu selama 6 (enam) bulan. Apabila masa berlaku dari uji berkala tersebut sudah tidak berlaku, pemilik kendaraan wajib untuk melakukan uji berkala berikutnya terhadap kendaraan.

Persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud di atas, pada pokoknya tidak lain untuk menghindari dan/atau mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas, mengingat kecelakaan lalu lintas pada dasarnya dapat terjadi karena faktor apapun, baik akibat kelalaian Pengemudi, kelalaian Perusahaan Angkutan Umum, kelalaian pihak lain yang berkendara di lalu lintas.

Kecelakaan Lalu Lintas dan Pertanggungjawabannya

Berdasarkan UU Lalu Lintas, Kecelakaan Lalu Lintas didefinisikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Adapun, kecelakaan lalu lintas, pada dasarnya dibagi ke dalam beberapa golongan, antara lain yaitu :

a. Kecelakaan lalu lintas ringan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang;
b. Kecelakaan lalu lintas sedang yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang; atau
c. Kecelakaan lalu lintas berat yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Kecelakaan sebagaimana dimaksud di atas pada dasarnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain faktor kelalaian dari pengguna jalan dan/atau pengemudi itu sendiri, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan yang dilalui oleh pengguna jalan. Oleh karenanya, selain langkah preventif yang dilakukan oleh Perusahaan Angkutan umum untuk menghindari terjadinya kecelakaan sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini Pengemudi juga memiliki pertanggungjawaban untuk berusaha dan mengupayakan secara penuh agar dapat menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Bentuk upaya yang dapat dilakukan oleh Pengemudi dalam melaksanakan Pekerjaannya untuk mengemudi Kendaraan, di antaranya Pengemudi wajib untuk mengemudikan kendaraanya dengan wajar dan penuh konsentrasi, mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan, mematuhi rambu perintah dan/atau rambu
larangan, marka jalan, gerakan lalu lintas, serta mematuhi ketentuan berhenti dan ketentuan parkir kendaraan.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 230 UU Lalu Lintas, pada dasarnya perkara kecelakaan lalu lintas, baik itu merupakan kecelakaan yang dikategorikan sebagai golongan kecelakaan lalu lintas ringan, kecelakaan lalu lintas sedang, dan kecelakaan lalu lintas berat diproses dengan acara peradilan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, sebagaimana diketahui bersama, kecelakaan lalu lintas pada dasarnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Lebih lanjut, dalam hal terjadi kecelakaan Lalu Lintas, pada dasarnya UU Lalu Lintas telah mengatur mengenai ketentuan pertanggungjawaban atas setiap resiko yang timbul dalam kecelakaan lalu lintas, sebagaimana tercantum dalam Pasal 234 UU Lalu Lintas, bahwa atas setiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi, Pengemudi, pemilik Kendaraan Bemotor dan/atau Perusahaan Angkutan Umum pada pokoknya wajib untuk bertanggungjawab atas setiap kerugian dan/atau kerusakan yang terjadi kepada penumpang dan/atau pemilik barang serta pihak ketiga lainnya yang disebabkan akibat kelalaian serta kesalahan pengemudi.

Kewajiban pertanggungjawaban tiap-tiap kerugian oleh Perusahaan Angkutan Umum yang disebabkan kelalaian Pengemudi sebagaimana dimaksud di atas atas kelalaian, pada dasarnya sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 191 UU Lalu Lintas yang menyatakan bahwa “Perusahaan Angkutan Umum, bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan”

Akan tetapi, terhadap ketentuan pertanggungjawaban yang wajib dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud di atas, pada pokoknya UU Lalu Lintas hanya memberikan ketentuan mengenai pertanggungjawaban kerugian, yang senyatanya pertanggungjawaban tersebut merupakan pertanggungjawaban berdasarkan Hukum Perdata. Adapun, selain sebagaimana tercantum dalam pasal 191 UU Lalu Lintas, terhadap pertanggungjawaban kerugian oleh Perusahaan Angkutan Umum juga pada dasarnya telah diatur dalam ketentuan Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :

“Majikan-majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawah-bawahnya mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang ini dipakainya

Akan tetapi, hal tersebut pada dasarnya dapat dijatuhkan apabila orang yang dipekerjakan oleh Perusahaan yang bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum, yang terdiri dari :

1) Adanya perbuatan melawan hukum;
2) Terdapat Kesalahan;
3) Terdapat Kerugian; dan
4) Adanya sebab akibat antara kerugian dengan kesalahan yang dilakukan oleh Pekerjanya.

Pertanggungjawaban kerugian yang dilakukan oleh Perusahaan, atas kerugian yang timbul akibat tindakan pekerjanya, dalam hal ini perlu dibuktikan adanya suatu hubungan kerja yang sah antara Perusahaan dengan pekerjanya (Pengemudi). Hubungan kerja sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan terjadi karena adanya hubungan kerja yang didasarkan atas perintah kerja oleh Perusahaan, dan Pekerja berhak untuk mendapatkan upah. Oleh karenanya, meskipun antara pekerja dengan Perusahaan tidak terikat dalam perjanjian kerja, pertanggungjawaban kerugian tersebut tetap dapat dibebankan kepada Perusahaan.

Lebih lanjut, mengenai pertanggungjawaban Perusahaan Angkutan umum atas kerugian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas oleh Pengemudi, senyatanya diperkuat oleh Yurisprudensi Putusan Nomor 04/Pdt.G/2013/PN.Psr, yang pada pokoknya hakim menjatuhkan dan membebankan tanggungjawab kerugian yang timbul, akibat kecelakaan lalu lintas oleh Pengemudi yang menyebabkan kematian pada korban.

Dalam Yurisprudensi tersebut, pada dasarnya hakim berpendapat bahwa Pengemudi yang bersangkutan telah memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum, yaitu melakukan pelanggaran lalu lintas dan perbuatan melawan hukum, berupa kelalaian dalam berkendara sehingga terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan kerugian. Serta dalam hal ini terdapat hubungan kerja antara Perusahaan dengan Pengemudi berdasarkan pelaksanaan pekerjaan atas perintah perusahaan kepada Pengemudi. Oleh karenanya berdasarkan pasal 234 ayat (1) j.o pasal 191 UU Lalu Lintas tentang ketentuan mengenai tanggung jawab kerugian yang disebabkan oleh kelalaian pengemudi, dan didasarkan pada pasal 1367 KUHPerdata, dalam hal ini hakim menetapkan Perusahaan tersebut untuk bertanggung secara Perdata, dengan membayar sejumlah kerugian sebagaimana tercantum dalam Yurisprudensi Putusan Nomor 04/Pdt.G/2013/PN.Psr

Selain itu, pertanggungjawaban Perusahaan terhadap kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh Pengemudi sehingga mengakibatkan kematian bagi korban, pada dasarnya UU Lalu Lintas tidak mengatur secara terperinci mengenai pertanggung jawaban pidana yang dapat dibebankan kepada Perusahaan atas kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh Pengemudi. Bahwa, akan tetapi Pasal 315 ayat 1 UU Lalu Lintas, mengatur bahwa “dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Perusahaan Angkutan Umum, pertanggungjawaban pidana dikenakan terhadap Perusahaan Angkutan Umum dan/atau pengurusnya”

Mengenai “tindak pidana” yang dimaksud pada Pasal 315 ayat 1 di atas, pada dasarnya tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tindak pidana apa yang dapat dijatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud di atas. Bahwa, akan tetapi sebagaimana diketahui bersama, peristiwa kecelakaan lalu lintas pada dasarnya dapat terjadi karena berbagai faktor, diantaranya yaitu kerusakan fungsi atas kendaraan, yang senyatanya sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memastikan tiap-tiap kendaraan yang akan dikemudikan oleh Pengemudi, telah memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

Selain persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini Perusahaan pun wajib untuk memperhatikan kondisi dan waktu kerja Pengemudi sebagaimana telah diatur dalam UU Lalu Lintas. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 90 UU Lalu Lintas, pada dasarnya setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib untuk memberikan waktu kerja kepada Pengemudi, paling lama dalam waktu 8 (delapan) jam sehari, dengan memberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam pada saat 4 (empat) jam sekali.

Apabila kecelakaan lalu lintas senyatanya diakibatkan karena Perusahaan tidak mematuhi ketentuan mengenai standar persyaratan teknis, kelaikan fungsi dan/atau tidak memberikan waktu kerja kepada Pengemudi sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan ini dapat ditetapkan bahwa kecelakaan tersebut senyatanya merupakan akibat kelalaian perusahaan.

Lebih lanjut, dengan mengacu pada Pasal 315 ayat (1) di atas, dengan ini unsur tindak pidana yang dapat dijatuhkan kepada Perusahaan yaitu, pelanggaran tindak pidana berupa kelalaian yang mengakibatkan kematian, dan dalam hal ini Perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagaimana tercantum dalam pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang menyatakan bahwa

“barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya), menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”

Sehingga, pada dasarnya penjatuhan sanksi dan pertanggungjawaban pidana oleh Perusahaan, dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 315 ayat (1) UU Lalu Lintas j.o Pasal 359 KUHP. Akan tetapi, terhadap hal tersebut di atas, pada dasarnya belum ada Yurisprudensi yang memutuskan, dan memperkuat dalil terhadap Pasal 315 UU Lalu Lintas, untuk membebankan tanggung jawab pidana atas kecelakaan lalu lintas kepada Perusahaan. Lebih lanjut, pembebanan tanggung jawab pidana atas kecelakaan lalu lintas, seringkali diterapkan dan dijatuhkan kepada Pengemudi yang mengendarai kendaraan milik Perusahaan, mengingat UU Lalu Lintas pun telah mengatur secara tegas mengenai pembebanan tanggung jawab tersebut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 310 UU Lalu Lintas, yang menyatakan:

Pasal 310 Ayat (1)
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang (kecelakaan lalu lintas ringan), Pengemudi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000 (satu juta rupiah)”

Pasal 310 Ayat (2)
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan, Pengemudi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000 (dua juta rupiah)”

Pasal 310 Ayat (3)
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat, Pengemudi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah)”

Pasal 310 Ayat (4)
“setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia, Pengemudi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah)”

Terhadap ketentuan sebagaimana tercantum dalam pasal 310 UU Lalu Lintas di atas, pada dasarnya telah diperkuat oleh beberapa Yurisprudensi, yang menetapkan penjatuhan sanksi pidana kepada Pengemudi, dengan pertimbangan hakim bahwa Pengemudi yang bersangkutan secara sah telah bersalah akibat kelalaiannya yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia, sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor 153/Pid.B/2011/PN/MR, meskipun pada dasarnya Pengemudi tersebut mengalami kecelakaan pada saat melaksanakan pekerjaannya atas perintah Perusahaan.

Upaya Perusahaan untuk Menghindari terjadinya Pertanggungjawaban Pidana dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Untuk dapat menghindari adanya pertanggungjawaban pidana dalam kecelakaan lalu lintas, dengan ini sebagaimana diketahui dan didasarkan pada Pasal 315 ayat (1) UU Lalu Lintas j.o Pasal 359 KUHP, penjatuhan sanksi pidana kepada Perusahaan dapat dijatuhkan dalam hal Perusahaan telah melakukan kelalaian yang menyebabkan kematian. Kelalaian sebagaimana dimaksud yaitu, berupa membiarkan Kendaraan yang digunakan oleh Pengemudi dalam melakukan pekerjaannya dalam kendaraan yang tidak sesuai dengan standar teknis dan laik fungsi kendaraan. Oleh karenanya, sebagai langkah preventif terjadinya kelalaian, dengan ini perusahaan wajib melakukan hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :
1) Melakukan Uji Teknis dan Uji Laik Fungsi secara berkala sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-undangan tentang Kendaraan;
2) Melakukan pengecekan atas tiap-tiap komponen kendaraan, baik sesaat sebelum digunakan oleh pengemudi, dan/atau sesaat setelah digunakan oleh pengemudi.
3) Menunjuk pihak yang berkompeten dalam melakukan pengecekan komponen kendaraan, agar pengecekan kelayakan komponen kendaraan dapat dilakukan secara terperinci, menyeluruh dan teliti sesuai dengan kompetensinya.
4) Melakukan reparasi secara berkala terhadap setiap komponen kendaraan.

Dengan melakukan langkah-langkah preventif sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan dikarenakan kendaraan yang digunakan sudah sesuai standarnya. Apabila kecelakaan lalu lintas tetap terjadi meskipun Perusahaan telah melakukan langkah preventif sebagaimana dimaksud di atas dan kendaraan telah sesuai standarnya pada saat digunakan, dengan ini besar kemungkinan bahwa pertanggungjawaban pidana atas kecelakaan lalu lintas tersebut akan dibebankan kepada Pengemudi akibat kelalaiannya dalam mengendarai kendaraan.

Kesimpulan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada pokoknya Perusahaan Angkutan Umum yaitu di antaranya Perusahaan Angkutan Barang, dapat dijatuhkan sanksi pidana atas kecelakaan yang terjadi dan disebabkan oleh Pengemudi sebagai pekerjanya. Bahwa, akan tetapi, penjatuhan sanksi pidana tersebut, hanya dapat dijatuhkan kepada Perusahaan, apabila perusahaan terbukti telah melakukan tindak pidana yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi. Adapun, sanksi tersebut hanya dapat dijatuhkan apabila Perusahaan memenuhi unsur Pidana, yang salah satu diantaranya yaitu berupa tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian.

Lebih lanjut, dengan mendasar pada Putusan Nomor 153/Pid.B/2011/PN/MR, dapat dipahami bahwa terhadap kecelakaan lalu lintas yang terjadi akibat kelalaian mengemudi oleh Pengemudi yang bersangkutan, dalam hal ini pertanggungjawaban pidana hanya melekat dan dibebankan kepada Pengemudi, meskipun Pengemudi yang bersangkutan mengalami kecelakaan pada saat menjalankan Pekerjaan berdasarkan perintah perusahaan.

Lain halnya dengan pertanggungjawaban pidana, terhadap pertanggungjawaban perdata berupa ganti rugi atas kerugian yang terjadi pada saat kecelakaan oleh Pengemudi, hal tersebut dapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Perusahaan, berdasarkan perbuatan melawan hukum dan ketentuan yang
berlaku pada peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang diperkuat oleh Yurisprudensi Putusan Nomor 04/Pdt.G/2013/PN.Psr.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *