Skip to content
Home » Pendirian Perseroan Terbatas Perorangan

Pendirian Perseroan Terbatas Perorangan

  • by

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, berikut perubahannya yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PT”), Perseroan Terbatas pada dasarnya didefinisikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil.

Adapun, apabila mengacu pada definisi Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya Perseroan Terbatas yang diakui oleh peraturan perundang-undangan terdiri dari 2 (dua) jenis, baik itu merupakan perseroan terbuka ataupun perseroan tertutup, yang terdiri dari :

1) Perseroan Terbatas yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih yang merupakan persekutuan modal (“PT Persekutuan Modal”); dan

2) Perseroan Terbatas Perorangan, yang merupakan badan hukum dengan kriteria usaha Mikro dan Kecil (“PT Perorangan”).

Sehingga, berdasarkan jenis Perseroan Terbatas tersebut di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya PT Perorangan hanya dapat didirikan oleh pelaku usaha yang memiliki kegiatan usaha dengan skala usaha Mikro ataupun skala usaha Kecil.

Ketentuan mengenai kegiatan usaha skala Mikro dan skala Kecil, pada dasarnya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (“PP 7/2021”). Adapun, sebagaimana tercantum dalam PP 7/2021, pengkategorian Usaha Mikro dan Usaha Kecil didasarkan pada besaran modal dasar  saat pendirian Perseroan, ataupun besaran hasil penjualan (omzet) tahunan.

Lebih lanjut, terdapat ketentuan dan/atau kriteria dalam PP 7/2021 yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, untuk dapat dikategorikan sebagai kegiatan usaha yang memiliki skala Usaha Mikro dan Usaha

Kecil, antara lain yaitu :

1) Usaha Mikro merupakan skala usaha yang memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah);

2) Usaha Kecil merupakan skala usaha yang memiliki modal usaha lebih dari Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan, dengan hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) Sehingga, dalam hal ini dapat dipahami apabila pelaku usaha yang akan mendirikan PT Perorangan, modal usaha ataupun hasil penjualan (omzet) tahunan yang diperolehnya, tidak dapat melebihi batas besaran yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud di atas.

Pendirian PT Perorangan

Sebagaimana tercantum dalam pasal 153A UUPT, pada dasarnya Perseroan yang memenuhi kriteria skala Usaha Mikro dan skala Usaha Kecil (“PT Perorangan”), dapat didirikan oleh 1 (satu) orang, yang merupakan Warga Negara Indonesia. Adapun, dengan adanya syarat pendirian Perorangan oleh 1 (satu) orang sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini berdasarkan pasal 153J UUPT, pertanggung jawaban atas perikatan yang dibuat oleh dan atas nama PT Perorangan itu sendiri, merupakan tanggung jawab pendiri sebagai pemegang saham PT Perorangan, dengan pertanggungjawaban tidak melebihi jumlah saham yang dimiliki dan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kerugian secara pribadi.

Pendirian PT Perorangan, pada dasarnya tidak memerlukan akta pendirian dari notaris seperti halnya pendirian PT Persekutuan Modal. Lebih lanjut, untuk dapat mendirikan PT Perorangan, pelaku usaha yang bersangkutan wajib untuk membuat Surat Pernyataan Pendirian yang dibuat dalam Bahasa Indonesia, dengan menggunakan Format yang telah disediakan dan sekurang-kurangnya memuat informasi PT Perorangan, antara lain :

1) Nama dan tempat kedudukan;

2) Jangka waktu berdirinya PT Perorangan

3) Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha;

4) Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

5) Nilai nominal dan jumlah saham;

6) Alamat PT Perorangan; dan

7) Identitas berdasarkan Kartu Tanda Kependudukan serta NPWP Pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham PT Perorangan. (untuk selanjutnya dapat disebut sebagai “Anggaran Dasar dan Data Perseroan”)

Untuk dapat memperoleh status badan hukum, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil (“PP 8/2021”), memberikan ketentuan bahwa Pernyataan Pendirian yang telah dibuat oleh pendiri PT Perorangan, wajib untuk didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang kemudian akan diterbitkan suatu Sertifikat Pendaftaran PT Perorangan secara elektronik.

Perubahan Pernyataan Pendirian PT Perorangan

Apabila pada saat kegiatan usaha berlangsung, dan terdapat perubahan atas Anggaran Dasar dan/atau Data Perseroan PT Perorangan yang tercantum dalam Pernyataan Pendirian PT Perorangan, dalam hal ini PT Perorangan tersebut dapat melakukan perubahan Pernyataan Pendirian, dengan melakukan pengisian format perubahan Pernyataan Pendirian.

Pada dasarnya, PP 8/2021 tidak memberikan batas ketentuan perubahan Pernyataan Pendirian yang dapat dilakukan oleh PT Perorangan, akan tetapi sebagaimana tercantum dalam pasal 8 ayat 3 PP 8/2021, perubahan Pernyataan Pendirian dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali. Perubahan Pernyataan Pendirian PT Perorangan sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya dapat dilakukan apabila terjadi perubahan Anggaran Dasar, yang meliputi hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

1) Perubahan nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;

2) Perubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

3) Perubahan jangka waktu berdirinya Perseroan;

4) Perubahan besar modal perseroan;

5) Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan

6) Perubahan status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan terbuka atau sebaliknya.

Lebih lanjut, perubahan Pernyataan Pendirian PT Perorangan ditetapkan dengan keputusan pemegang saham PT Perorangan, yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan Rapat Umum Pemegang Saham. Sama halnya dengan pengesahan Pernyataan Pendirian, perubahan Pernyataan Pendirian ini pada dasarnya wajib diajukan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dapat memperoleh Sertifikat Pernyataan Perubahan.

Perubahan yang Menyebabkan Berubahnya Status Badan Hukum PT Perorangan

Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, dalam hal terdapat perubahan pada PT Perorangan, PT Perorangan yang bersangkutan dapat melakukan perubahan dengan mengisi format perubahan Pernyataan Pendirian. Akan tetapi, hal tersebut pada dasarnya tidak berlaku, apabila perubahan PT Perorangan tersebut bermaksud untuk merubah status badan hukum PT Perorangan yang bersangkutan, menjadi PT Persekutuan Modal. Adapun, hal-hal yang dapat merubah status badan hukum PT Perorangan menjadi PT Persekutuan Modal, sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 PP 8/2021, antara lain yaitu :

1) Pemegang saham menjadi lebih dari 1 (satu) orang; dan/atau

2) PT Perorangan tidak lagi memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil sebagaimaan diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga, berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, dapat dipahami bahwa apabila dalam pelaksanaan kegiatan usaha PT Perorangan, PT Perorangan yang bersangkutan memiliki perputaran modal usaha lebih dari kriteria modal usaha mikro dan usaha kecil, dan/atau hasil penjualan yang diperoleh PT Perorangan dalam setahun telah melebihi batas hasil penjualan kriteria usaha mikro dan usaha Kecil, dengan ini PT Perorangan dapat melakukan perubahan status badan hukum sebagai PT Persekutuan Modal. Perubahan PT Perorangan yang menyebabkan berubahnya status badan hukum sebagaimana dimaksud di atas, dalam hal ini perubahan tersebut wajib dilakukan dengan melalui akta notaris, sebagaimana perubahan yang terjadi pada PT Persekutuan Modal pada umumnya.

Akta Notaris perubahan PT Perorangan menjadi PT Persekutuan Modal sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya wajib memuat hal-hal sebagai berikut:

1) Pernyataan pemegang saham yang memuat perubahan status PT Perorangan menjadi PT Persekutuan Modal;

2) Perubahan anggaran dasar dari semula pernyataan pendirian dan/atau pernyataan perubahan; dan

3) Data Perseroan. Adapun, perubahan status badan hukum PT Perorangan menjadi PT Persekutuan modal, wajib untuk didaftarkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh pengesahan status badan hukum.

Kewajiban PT Perorangan dalam Menjalankan Usaha

  1. Kewajiban Perizinan Berusaha

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 PP 7/2021, pada dasarnya PT Perorangan dalam menjalankan kegiatan usaha wajib memiliki Perizinan Berusaha. Adapun, Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud di atas, didasarkan pada tingkat resiko kegiatan usaha yang dijalani dalam PT Perorangan, antara lain yaitu sebagai berikut :

  1. Kegiatan usaha dengan tingkat resiko rendah, wajib memiliki Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB);
  2. Kegiatan usaha dengan tingkat resiko menengah rendah, wajib memiliki Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Sertifikat Standar; dan
  3. Kegiatan usaha dengan tingkat resiko tinggi, wajib memiliki Perizinan Berusaha berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin. Lebih lanjut, pada dasarnya Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan secara elektronik dan online melalui sistem Perizinan Berusaha yang terintegrasi, dan dikelola oleh lembaga yang berwenang, berdasarkan Perizinan Berusaha berbasis risiko. Adapun, jenis perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada umumnya didasarkan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
  1. Kewajiban Laporan Keuangan

Dalam rangka mewujudkan tata kelola perseroan yang baik, pada dasarnya UUPT mewajibkan Direksi PT Perorangan untuk membuat laporan keuangan, yang disampaikan secara elektronik selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah akhir periode akuntansi berjalan. Adapun, laporan keuangan sebagaimana dimaksud di atas, sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

1) Laporan posisi keuangan;

2) Laporan laba rugi; dan

3) Catatan atas laporan keuangan tahun berjalan.

Laporan sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui perputaran keuangan pada PT Perorangan, untuk memastikan perputaran keuangan tersebut, baik modal PT Perorangan ataupun hasil penjualan PT Perorangan selama satu tahun telah sesuai dengan ketentuan kriteria PT Perorangan. Adapun, Laporan Keuangan tersebut wajib dilaporkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, untuk kemudian diterbitkan suatu bukti penerimaan laporan keuangan. Dalam hal PT Perorangan tidak melakukan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini berdasarkan Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (“Permenkumham 21/2021”), PT Perorangan yang bersangkutan akan dikenai sanksi administratif berupa :

1) Teguran Tertulis;

2) Penghentian hak akses atas layanan; atau

3) Pencabutan status badan hukum.

  1. Kewajiban Pajak PT Perorangan

Sebagaimana diketahui bersama pada dasarnya tiap-tiap pelaku usaha memiliki kewajiban atas pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yang diantaranya berupa pajak daerah dan/atau retribusi daerah. Lebih lanjut, berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-2-/PJ/2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Perseroan Perorangan (“SE NPWP PT Perorangan”), pada dasarnya PT  Perorangan dianggap sebagai wajib pajak yang merupakan subjek pajak badan.

Sebagai wajib pajak badan, dengan ini PT Perorangan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dengan mengajukan permohonan secara elektronik ataupun tertulis, yang sekurang – kurangnya melampirkan hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

1) Fotokopi dokumen pendirian badan usaha berupa Sertifikat Pendaftaran Elektronik yang

telah diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

2) Dokumen identitas diri seluruh pengurus badan.

Dengan adanya kewajiban pendaftaran NPWP oleh PT Perorangan sebagaimana dimaksud di atas, dengan ini dapat dipahami bahwa NPWP PT Perorangan melekat pada PT Perorangan itu sendiri sebagai wajib pajak badan, dan bukan terhadap pendirinya.

Selain itu, pada dasarnya Pasal 124 PP 7/2021 memberikan ketentuan bahwa Usaha Mikro dan Usaha Kecil diberikan keringanan atau insentif atas kewajiban pajak tersebut, yang diantaranya yaitu berupa pengurangan, atau pembebasan atas hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

1) Keringanan atas kewajiban pajak penghasilan;

2) Keringanan atas kewajiban pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan;

3) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan; dan

4) Retribusi daerah, dengan besaran yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Adapun, sebagaimana tercantum dalam SE NPWP PT Perorangan j.o Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang, Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu (“PP 23/2018”), pada dasarnya PT Perorangan mendapat fasilitas perpajakan berupa hal-hal sebagai berikut, termasuk namun tidak terbatas pada :

1) PT Perorangan yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana diatur dalam PP 23/2018, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh (Pengusaha Non PKP), PT Perorangan sebagai wajib pajak akan dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 0,5%  (nol koma lima persen), dari jumlah peredaran bruto; atau

2) Dalam hal PT Perorangan tidak memenuhi kriteria peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam poin 1 di atas, dan/atau memenuhi kriteria tersebut, akan tetapi memilih untuk dikenai  pajak penghasilan (PKP), maka PT Perorangan yang bersangkutan akan memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan, dengan alas penghasilan kena pajak maksimal sebesar Rp.4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), apabila wajib pajak badan yang bersangkutan mencapai peredaran bruto sampai dengan Rp.50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)