Sebagaimana diketahui bersama, pada periode akhir tahun 2022, pemerintah Negara Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perpu Cipta Kerja”), yang pada pokoknya mengubah ketentuan beberapa bidang hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja 11/2020”). Pada hakikatnya penerbitan Perpu sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh pemerintah dengan alasan terdapat kebutuhan negara yang mendesak berdasarkan pertimbangan dari situasi perekonomian nasional. Oleh karenanya, agar Perpu tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat sebagai regulasi tertinggi berdasarkan hierarkhi peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Pemerintah telah menetapkan Perpu Cipta Kerja tersebut sebagai Undang-Undang sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU Ciptaker 6/2023”).
Perpu Cipta Kerja pada dasarnya memiliki peranan penting dalam mengatur berbagai kegiatan di masyarakat khususnya di lingkungan Perusahaan, mengingat kegiatan usaha suatu Perusahaan memiliki keterikatan terhadap beberapa aspek bidang lainnya, yang diantaranya yaitu meliputi aspek perdagangan, ketenagakerjaan, serta aspek-aspek lainnya di bidang perseroan. Meskipun pada dasarnya UU Ciptaker 6/2023 diterbitkan dengan maksud mengubah dan mencabut ketentuan dalam UU Ciptaker 11/2020, akan tetapi berdasarkan hasil penelusuran dan perbandingan antara UU Ciptaker 6/2023 dengan UU Ciptaker 11/2020, pada dasarnya UU Ciptaker 6/2023 tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap ketentuan yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020, khususnya pada bidang Ketenagakerjaan dan Perseroan Terbatas.
Untuk mempermudah perbandingan dan perbedaan antara UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023, berikut merupakan tabel uraian perbandingan ketentuan mengenai Ketenagakerjaan dan Perseroan Terbatas yang diatur dalam kedua undang-undang tersebut.
Note :
Tabel yang berwarna biru muda, merupakan ketentuan atau pasal yang dicabut, diubah, dan/atau terdapat perbedaan antara ketentuan atau pasal yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023.
A. Uraian Perbadingan Ketentuan Ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023
PASAL | UU CIPTAKERJA 11/2020 | UU PENGESAHAN CIPTAKERJA 6/2023 | KETERANGAN |
13 | (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh : | (1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh : | Pada dasarnya, ketentuan mengenai pelatihan kerja yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 tidak diubah atau dihapus sebagian oleh UU Cipaker 6/2023. |
14 | (1) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. | (1) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. | UU Ciptaker 6/2023 tidak mengubah atau menghapus sebagian ketentuan mengenai penujukan Lembaga Pelatihan Kerja Swasta yang akan bekerja sama untuk memberikan Pelatihan Kerja kepada Karyawan Perusahaan. |
37 | (1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas : | (1) Pelaksana penempatan Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas : | Sebagaimana diuraikan dalam UU Ketenagakerjaan 3/2003, dalam hal Perusahaan memerlukan tenaga kerja, pada dasarnya Perusahaan dapat melakukan rekrut sendiri atau mengambil tenaga kerja tersebut dapat pelaksana penempatan tenaga kerja. Akan tetapi, apabila Perusahaan bermaksud untuk mengambil tenaga kerja tersebut dari pelaksana penempatan tenaga kerja, dengan ini pelaksana penempatan tenaga kerja tersebut harus merupakan lembaga yang berwenang serta memiliki izin usaha khusus pada bidang pelayanan penempatan tenaga kerja. |
42 | (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat. | (1) Setiap Pemberi Kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing wajib memiliki rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat. | Pada dasarnya ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan pada UU Ciptaker 11/2020 ataupun UU Ciptaker 6/2023 mengatur hal yang sama yaitu berkaitan dengan ketentuan memperkerjakan Tenaga Kerja Asing dalam suatu Perusahaan. |
43 | Menghapus ketentuan Pasal 43 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai prosedur mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di Perusahaan. | Menghapus ketentuan Pasal 43 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai prosedur mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di Perusahaan. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan Ciptaker 11/2020 dengan Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus pasal 43 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
44 | Menghapus ketentuan Pasal 44 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban pemberi kerja untuk menaati jabatan dan standar kompetensi yang berlku dalam hal mempekerjakan tenaga kerja asing. | Menghapus ketentuan Pasal 44 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban pemberi kerja untuk menaati jabatan dan standar kompetensi yang berlku dalam hal mempekerjakan tenaga kerja asing. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan Ciptaker 11/2020 dengan Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus pasal 44 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
45 | (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib : | (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib : | Pada dasarnya ketentuan Pasal 45 UU Ciptaker 11/2020 maupun UU Ciptaker 6/2023 mengatur hal yang sama, yaitu khususnya berkaitan dengan persyaratan dan prosedur pelaksanaan penunjukan tenaga kerja asing yang akan dipekerjakan. |
46 | Menghapus ketentuan Pasal 46 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai larangan Tenaga Kerja Asing dalam menduduki jabatan tertentu khususnya yang mengurus bidang Personalia pada Perusahaan. | Menghapus ketentuan Pasal 46 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai larangan Tenaga Kerja Asing dalam menduduki jabatan tertentu khususnya yang mengurus bidang Personalia pada Perusahaan. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus pasal 46 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
47 | (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. | (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. | Pada dasarnya, Pasal 47 pada UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 47 UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban Pemberi Kerja untuk memberikan kompensasi kepada tenaga kerja asing yang dipekerjakannya. Akan tetapi, ketentuan tersebut hanya berlaku untuk tenaga kerja asing yang bekerja di instansi dan perusahaan swasta atau perorangan. |
48 | Menghapus ketentuan Pasal 48 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir. | Menghapus ketentuan Pasal 48 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus pasal 48 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
49 | Menegaskan bahwa ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. | Menegaskan bahwa ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. | Pada dasarnya, Pasal 49 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 49 UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai penegasan bahwa segala ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja asing akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, mengingat dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, semula ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tersebut diatur lebih lanjut dalam keputusan presiden. |
56 | (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. | (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. | Pada dasarnya, Pasal 56 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 56 UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai jenis hubungan kerja yang berlaku dan diakui oleh Peraturan Perundang-undangan. Adapun, sesuai dengan ketentuan Pasal 56 tersebut, dalam hal ini dapat diketahui bahwa jenis hubungan kerja yang berlaku dan diakui oleh Peraturan Perundang-undangan yaitu diantaranya PKWT dan PKWTT. |
57 | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin | Pada dasarnya Pasal 57 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 56 UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai ketentuan berkaitan persyaratan formiil pembuatan perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang wajib dibuat secara tertulis. |
58 | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. | Pasal 58 UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 58 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai larangan adanya masa percobaan dalam hubungan kerja waktu tertentu. |
59 | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: | (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: | Ketentuan Pasal 59 UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 59 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai jenis pekerjaan yang dapat dilakukan dengan hubungan kerja waktu tertentu. Adapun, ketentuan Pasal 59 tersebut menegaskan, apabila Perusahaan tidak mengukuhkan hubungan kerja waktu tertentu dalam perjanjian tertulis, dalam hal ini hubungan kerja tersebut akan secara otomatis menjadi hubungan kerja waktu tidak tertentu. |
61 | (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : | (1) Perjanjian kerja berakhir apabila : | Pasal 61 UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 61 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan hubungan kerja antara Karyawan dengan Perusahaan berakhir. |
61A | (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh. | (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh. | Ketentuan Pasal 61A dalam UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 61A dalam UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai kewajiban Perusahaan untuk membayarkan uang kompensasi kepada Karyawan dengan hubungan kerja waktu tertentu, pada saat masa kerja karyawan yang bersangkutan berakhir. |
64 | Pasal 64 UU Ciptaker 11/2020 telah menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 64 UU Ketenagekerjaan, yang pada pokoknya mengatur hal sebagai berikut : | Akan tetapi, dalam UU Ciptaker 6/2023, ketentuan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan 13/2003 tidak dihapus dan diubah menjadi sebagai berikut : (1) Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. (2) Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | Pasal 64 UU Ciptaker 6/2023 kembali mengatur mengenai ketentuan pekerjaan alih daya, dengan ketentuan pelaksanaan pekerjaan yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. |
65 | Menghapus ketentuan Pasal 65 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai pelaksanaan pekerjaan borongan berikut dengan jenis-jenis pekerjaan borongan. | Menghapus ketentuan Pasal 65 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai pelaksanaan pekerjaan borongan berikut dengan jenis-jenis pekerjaan borongan. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan Pasal 65 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 65 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
66 | (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. | (1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. | Ketentuan Pasal 66 UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 66 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur hal mengenai pelaksanaan hubungan kerja alih daya, yang harus dilaksanakan dengan didasarkan pada perjanjian kerja secara tertulis. Selain itu, ketentuan Pasal 66 tersebut juga menegaskan perlindungan pekerja alih daya yang wajib diberikan oleh Perusahaan kepada pekerja yang bersangkutan. |
67 | Pada dasarnya UU Ciptaker 11/2020 tidak merubah ketentuan Pasal 67 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, mengenai “Penyandang Cacat”. | Pasal 67 UU Ciptaker 6/2023 merubah ketentuan pada Pasal 67 UU Ketenagakerjaan mengenai “Penyandang Cacat” Adapun, hal-hal yang diubah dalam Pasal 67 UU Ciptaker yaitu sebagai berikut : | Pasal 67 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya telah mengubah ketentuan Penyandang Disabilitas yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, khususnya mengenai termonologi yang semula disebut dengan “Penyandang Cacat”, menjadi “Penyandang Disabilitas” Meskipun demikian, ketentuan Penyandang Cacat dan Penyandang Disabilitas dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 dengan UU Ciptaker 6/2023 memberikan proteksi lebih kepada para penyandang cacat atau penyandang disabilitas tersebut, yang keduanya diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. |
77 | (1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. | (1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. | Ketentuan Pasal 77 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai ketentuan Waktu Kerja yang harus diterapkan dan dipatuhi oleh Perusahaan kepada seluruh Pekerjanya. |
78 | (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) harus memenuhi syarat: | (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) harus memenuhi syarat: | Ketentuan Pasal 78 UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai ketentuan kerja lembur yang wajib dipatuhi oleh Perusahaan. Diantaranya yaitu, kerja lembur yang harus didasarkan pada persetujuan antara perusahaan dengan Karyawan, dan kerja lembur yang dilaksanakan dengan batas maksimal 4 (empat jam) dalam satu hari. |
79 | (1) Pengusaha wajib memberi: | (1) Pengusaha wajib memberi: | Ketentuan Pasal 79 dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai hak waktu istirahat dan cuti yang wajib diberikan oleh Perusahaan sebagai bagian dari hak yang diperoleh Karyawan. |
84 | Pasal 84 UU Ciptaker 11/2020 tidak mengubah atau menghapus ketentuan Pasal 84 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai hak Karyawan untuk mendapat upah penuh pada saat melaksanakan Cuti Tahunan. | Setiap Pekerja/Buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat 2 huruf b, ayat 3, ayat 5 Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapat Upah Penuh. | Pasal 84 UU Ciptaker 6/2023 menegaskan kembali ketentuan yang tercantum dalam Pasal 84 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
88 | (1) Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan | (1) Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan | Pasal 88 UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 88 UU Ciptaker 6/2023 pada dasarnya mengatur mengenai kewajiban Perusahaan untuk menjamin upah yang layak bagi Pekerja. |
88A | (1) Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja. (2) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya. | (1) Hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja. (2) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya. | Pasal 88A UU Ciptaker menambahkan beberapa ketentuan mengenai kewajiban pembayaran upah oleh Perusahaan kepada pekerja. Adapun, ketentuan yang diubah tersebut pada pokoknya yaitu mengatur bahwa apabila pengusaha terlambat membayar upah kepada Karyawan, Perusahaan akan dikenakan denda yang ketentuannya akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. |
88B | (1) Upah ditetapkan berdasarkan : | (1) Upah ditetapkan berdasarkan : | Pasal 88B UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 88B UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai penetapan besaran upah yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. |
88C | (1) Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. | (1) Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi. | Pada dasarnya Pasal 88C UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 88C UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai penetapan upah minimum provinsi. Akan tetapi, diantara keduanya terdapat perbedaan sebagai berikut : - Pasal 88C ayat 3 UU Ciptaker 6/2023 menambahkan ketentuan yang pada pokoknya penetapan upah minimum akan dilakukan apabila hasil penghitungan Upah Minimum kabupaten/kota lebih tinggi dari Upah Minimum provinsi. - Selain itu, Pasal 88C UU Ciptaker 6/2023 menghapus ketentuan mengenai penetapan upah minimum tersebut ditinjau dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi dalam suatu daerah, yang kemudian hal tersebut diatur dalam Pasal 88 D Ciptaker 6/2023. |
88D | (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum. | (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum. | Ketentuan Pasal 88 D UU Ciptaker 11/202 dengan UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai formulasi penetapan upah minimum yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. |
88E | (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan. | (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan. | Ketentuan Pasal 88 E UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai aturan penetapan Upah Minimum yang berlaku untuk seluruh Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (Satu) tahun atau lebih pada Perusahaan yang bersangkutan. |
88F | UU Ciptaker 11/2020 tidak menyisipkan ketentuan Pasal 88 F diantara Pasal 88 dengan Pasal 89. | Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2) | Terdapat perbedaan yang pada pokoknya UU Ciptaker 6/2023 menyisipkan satu Pasal 88F mengenai kewenangan pemerintah untuk menetapkan formula upah minimun dalam suatu keadaan tertentu. |
89 | UU Ciptaker 11/2020 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai jenis upah minimum yang terdiri dari : | UU Ciptaker 6/2023 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai jenis upah minimum yang terdiri dari : | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan yang tercantum dalam Pasal 89 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal UU 89 UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 89 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
90 | UU Ciptaker 11/2020 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 90 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur bahwa Perusahaan dilarang untuk membayar upah lebih rendah dari upah minimum, dan Perusahaan dapat melakukan penangguhan apabila tidak mampu membayar upah sesuai dengan upah minimum. | UU Ciptaker 11/2020 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 90 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur bahwa Perusahaan dilarang untuk membayar upah lebih rendah dari upah minimum, dan Perusahaan dapat melakukan penangguhan apabila tidak mampu membayar upah sesuai dengan upah minimum. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan yang tercantum dalam Pasal 90 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal UU 90 UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 89 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
90A | Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan | Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan | Pasal 90A UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 90A UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur bahwa Perusahaan dapat memberikan upah di atas upah minimum dengan besaran upah sesuai kesepakatan antara Perusahaan dengan Pekerja. |
90B | (1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil. | (1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil. | Pasal 90B UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 90B UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai pengecualian penerapan upah minimum bagi pelaku Usaha Mikro dan Kecil, yang kemudian besaran upahnya akan ditetapkan berdasarkan persentase tertetu dari rata-rata konsumsi masyarakat sesuai data pada lembaga yang berwenang di bidang statistik. |
91 | UU Ciptaker 11/2020 pada pokoknya menghapus ketentuan Pasal 91 yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan 13/2023 yang mengatur mengenai pengaturan pembayaran upah didasarkan pada kesepatan antara pengusaha dengan pekerja. | UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya menghapus ketentuan Pasal 91 yang tercantum dalam UU Ketenagakerjaan 13/2023 yang mengatur mengenai pengaturan pembayaran upah didasarkan pada kesepatan antara pengusaha dengan pekerja. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan yang tercantum dalam Pasal 91 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal UU 91 UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 89 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
92 | (1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. | (1) Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. | Pada dasarnya Pasal 92 UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 92 UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai hal yang sama berkaitan dengan kewajiban Perusahaan untuk menyusun struktur dan skala upah perusahaam untuk digunakan sebagai pedoman dalam menentukan upah karyawan. |
92A | Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. | Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 92 A yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 92 A yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
94 | Dalam hal komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. | Dalam hal komponen Upah terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah Upah pokok dan tunjangan tetap. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 94 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 94 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
95 | (1) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. | (1) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, upah dan hak lainnya yang belum diterima oleh pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 95 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 95 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
96 | UU Ciptaker 11/2020 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai daluwarsa tuntutan pembayaran upah atau hak lainnya yang timbul atas hubungan kerja. | UU Ciptaker 6/2023 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 96 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai kadaluwarsa tuntutan pembayaran upah atau hak lainnya yang timbul atas hubungan kerja. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 96 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 96 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
97 | UU Ciptaker 11/2020 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 97 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai penegasan bahwa ketentuan kebijakan pengupahan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. | UU Ciptaker 6/2023 pada dasarnya menghapus ketentuan yang tercantum dalam Pasal 97 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai penegasan bahwa ketentuan kebijakan pengupahan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 97 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 97 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 97 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
98 | (1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan | (1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 98 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 98 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
151 | (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja; | (1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja; | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 151 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 151 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
151A | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) tidak perlu dilakukan oleh Pengusaha dalam hal: | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) tidak perlu dilakukan oleh Pengusaha dalam hal: | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 151A yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 151A yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
152 | UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 152 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja yang diajkukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian permasalahan hubungan Industrial. | UU Ciptaker 6/2023 menghapus ketentuan Pasal 152 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja yang diajkukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian permasalahan hubungan Industrial. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 152 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 152 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 152 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
153 | (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan: | (1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan: | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 153 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 153 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
154 | UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 154 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai hal-hal yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja yang tidak perlu ada penetapan lembaga hubungan industrial. | UU Ciptaker 6/2023 menghapus ketentuan Pasal 154 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai hal-hal yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja yang tidak perlu ada penetapan lembaga hubungan industrial. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 154 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 155 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 154 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
154A | (1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan: | (1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan : | Pada dasarnya Pasal 154A UU Ciptaker 11/2020 dan Pasal 154A UU Ciptaker 6/2023 mengatur mengenai hal-hal yang dapat dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja. |
155 | UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 155 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai akibat hukum apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, yang dilakukan tanpa adanya penetapan dari lembaga hubungan industrial. | UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 155 UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai akibat hukum apabila terjadi pemutusan hubungan kerja, yang dilakukan tanpa adanya penetapan dari lembaga hubungan industrial. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan Pasal 155 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan ketentuan Pasal 155 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan akibat hukum pemutusan hubungan kerja tanpa adanya penetapan lembaga hubungan industrial. |
156 | (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. | (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 156 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 156 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
157 | (1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, terdiri atas: | (1) Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, terdiri atas: | Ketentuan Pasal 157 UU Ciptaker 11/2020 dengan Ketentuan Pasal 157 UU Ciptaker 6/2023 pada pokoknya mengatur mengenai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang berhak diperoleh Karyawan. Adapun, pada dasarnya uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja tersebut akan dihitung berdasarkan komponen upah yang terdiri dari Upah Pokok dan Tunjangan Tetap Karyawan. |
157A | (1) Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya. | (1) Selama proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pengusaha dan pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 157A yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 157A yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
158 | Ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kesalahan berat karyawan, yang dapat dijadikan sebagai dasar alasan pemutusan hubungan kerja karyawan secara langsung, tanpa adanya penetapan pengadilan. | Ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023 menghapus ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur mengenai hal-hal apa saja yang dikategorikan sebagai kesalahan berat karyawan, yang dapat dijadikan sebagai dasar alasan pemutusan hubungan kerja karyawan secara langsung, tanpa adanya penetapan pengadilan. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 158 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
159 | Ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur hak pekerja/buruh untuk mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial apabila karyawan tidak memperoleh hak pesangon ataupun hak penghargaan masa kerja dengan perhitungan berdasarkan komponen upah gaji pokok dan tunjangan tetap. | Ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003, yang pada pokoknya mengatur hak pekerja/buruh untuk mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial apabila karyawan tidak memperoleh hak pesangon ataupun hak penghargaan masa kerja dengan perhitungan berdasarkan komponen upah gaji pokok dan tunjangan tetap. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 159 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
160 | (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut: | (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut: | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 160 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 160 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya memberikan kewajiban bagi Perusahaan untuk memberikan bantuan kepada keluagra Karyawan, apabila Karyawan yang bersangkutan ditahan oleh pihak yang berwajib akibat melakukan tindak pidana. |
161 | Pasal 161 UU Ciptaker 11/2020 menghapus ketentuan Pasal 161 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tahapan pemberian sanksi surat peringatan kepada Karyawan yang melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, atau Perjanjian Kerja Bersama. | Pasal 161 UU Ciptaker 6/2023 menghapus ketentuan Pasal 161 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tahapan pemberian sanksi surat peringatan kepada Karyawan yang melakukan pelanggaran Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja, atau Perjanjian Kerja Bersama. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 161 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 161 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 161 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
162 | Menghapus ketentuan Pasal 162 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja dengan alasan karena pekerja mengajukan pengunduran diri. | Menghapus ketentuan Pasal 162 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja dengan alasan karena pekerja mengajukan pengunduran diri. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 162 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 162 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
163 | Menghapus ketentuan Pasal 163 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan. | Menghapus ketentuan Pasal 163 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 163 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 163 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 163 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
164 | Menghapus ketentuan Pasal 164 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami kerugian terus menerus. | Menghapus ketentuan Pasal 164 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami kerugian terus menerus. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 164 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 164 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 164 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
165 | Menghapus ketentuan Pasal 165 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami kepailitan. | Menghapus ketentuan Pasal 165 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat Perusahaan mengalami kepailitan. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 165 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 165 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 165 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
166 | Menghapus ketentuan Pasal 166 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai berakhirnya hubungan kerja Karyawan yang disebabkan oleh Karyawan meninggal dunia. | Menghapus ketentuan Pasal 166 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai berakhirnya hubungan kerja Karyawan yang disebabkan oleh Karyawan meninggal dunia. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 166 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 166 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
167 | Menghapus ketentuan Pasal 167 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja karena karyawan yang bersangkutan memasuki usia pensiun. | Menghapus ketentuan Pasal 167 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubunga kerja karena karyawan yang bersangkutan memasuki usia pensiun. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 167 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 167 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 167 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
168 | Menghapus ketentuan Pasal 168 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja akibat Karyawan yang bersangkutan telah mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut. | Menghapus ketentuan Pasal 168 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja akibat Karyawan yang bersangkutan telah mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 168 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 168 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 168 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
169 | Menghapus ketentuan Pasal 169 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Karyawan kepada lembaga hubungan industrial apabila Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan Karyawan. | Menghapus ketentuan Pasal 169 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Karyawan kepada lembaga hubungan industrial apabila Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan Karyawan. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 169 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 169 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 169 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
170 | Menghapus ketentuan Pasal 170 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 | Menghapus ketentuan Pasal 170 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 170 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 170 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 170 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
171 | Menghapus ketentuan Pasal 171 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. | Menghapus ketentuan Pasal 171 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 171 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 171 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
172 | Menghapus ketentuan Pasal 172 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat karyawan mengalami sakit berkepanjangan setelah melampaui batas waktu 12 (dua belas) bulan. | Menghapus ketentuan Pasal 172 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003 yang pada pokoknya mengatur mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja akibat karyawan mengalami sakit berkepanjangan setelah melampaui batas waktu 12 (dua belas) bulan. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 172 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 172 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
184 | Menghapus ketentuan Pasal 184 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. | Menghapus ketentuan Pasal 184 yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan 13/2003. | Tidak terdapat perbedaan antara ketentuan Pasal 184 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun Pasal 184 yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. Keduanya sama-sama menghapus ketentuan Pasal 184 UU Ketenagakerjaan 13/2003. |
185 | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3) Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), dan Pasal 160 ayat (4), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3) Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), dan Pasal 160 ayat (4), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). | Tidak terdapat perbedaan ketentuan Pasal 185 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023, yang pada pokoknya mengatur mengenai sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada Perusahaan apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan ataupun perubahannya. Adapun, besaran sanksi pidana dan denda ditentukan sama. |
186 | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, atau Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, atau Pasal 138 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). | Tidak terdapat perbedaan ketentuan Pasal 186 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023, yang pada pokoknya mengatur mengenai sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada Perusahaan apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan ataupun perubahannya. Adapun, besaran sanksi pidana dan denda ditentukan sama. |
187 | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | Tidak terdapat perbedaan ketentuan Pasal 187 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023, yang pada pokoknya mengatur mengenai sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada Perusahaan apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan ataupun perubahannya. Adapun, besaran sanksi pidana dan denda ditentukan sama. |
188 | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114 atau Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). | (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114 atau Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). | Tidak terdapat perbedaan ketentuan Pasal 188 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023, yang pada pokoknya mengatur mengenai sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada Perusahaan apabila melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan ataupun perubahannya. Adapun, besaran sanksi pidana dan denda ditentukan sama. |
190 | (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal t4 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (ll, Pasal 47 ayat (1), Pasal61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat (1) atau ayat (21Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. | (1) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuanketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal t4 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (ll, Pasal 47 ayat (1), Pasal61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat (1) atau ayat (21Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya | Tidak terdapat perbedaan ketentuan Pasal 190 yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dan UU Ciptaker 6/2023, yang pada pokoknya mengatur mengenai kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk menerapkan sanksi administratif apabila Perusahaan melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. |
191A | Pada saat berlakunya Undang-Undang ini: | Pada saat berlakunya Undang-Undang ini: | Tidak terdapat perbedaan anatra ketentuan Pasal 191A yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan Pasal 191A yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
B. Uraian Perbandingan Ketentuan Perseroan Terbatas yang diatur dalam UU Cipta Kerja 11/2020 dengan UU Cipta Kerja 6/2023
PASAL | UU CIPTAKERJA 11/2020 | UU PENGESAHAN CIPTAKERJA 6/2023 | KETERANGAN |
7 | (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. | (1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. | Tidak ada perbedaan antara ketentuan pendirian Perseroan yang diatur dalam Pasal 7 UU Ciptaker 11 2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. |
32 | (1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan. | (1) Perseroan wajib memiliki modal dasar Perseroan. | Tidak terdapat perbedaaan antara ketentuan modal dasar perusahaan yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan ketentuan modal dasar perusahaan yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
153A | (1) Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang. | 1) Perseroan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang. | Tidak terdapat perbedaan ketentuan mengenai pendirian usaha dengan kriteria mikro dan kecil yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan ketentuan pendirian usaha dengan kriteria mikro dan kecil yang diatur dalam UU Ciptaker 6/2023. |
153B | (1) Pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ayat (2) memuat maksud dan tujuan, kegiatan usaha, modal dasar, dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan. | (1) Pernyataan pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ayat (2) memuat maksud dan tujuan, kegiatan usaha, modal dasar, dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan. | |
153C | (1) Perubahan pernyataan pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ditetapkan oleh RUPS dan diberitahukan secara elektronik kepada Menteri. | (1) Perubahan pernyataan pendirian Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ditetapkan oleh RUPS dan diberitahukan secara elektronik kepada Menteri. | |
153D | (1) Direksi Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A menjalankan pengurusan Perseroan untuk usaha mikro dan kecil bagi kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. | (1) Direksi Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A menjalankan pengurusan Perseroan untuk usaha mikro dan kecil bagi kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. | Tidak terdapat perbedaan ketentuan mengenai pengurus perusahaan, dan pemegang saham pada perusahaan dengan kategori usaha mikro dan kecil yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. |
153E | (1) Pemegang saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A merupakan orang perseorangan. | (1) Pemegang saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A merupakan orang perseorangan. | |
153F | (1) Direksi Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A harus membuat laporan keuangan dalam rangka mewujudkan tata kelola Perseroan yang baik. | (1) Direksi Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A harus membuat laporan keuangan dalam rangka mewujudkan tata kelola Perseroan yang baik. | |
153G | (1) embubaran Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A dilakukan oleh RUPS yang dituangkan dalam pernyataan pembubaran dan diberitahukan secara elektronik kepada Menteri. | (1) Pembubaran Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A dilakukan oleh RUPS yang dituangkan dalam pernyataan pembubaran dan diberitahukan secara elektronik kepada Menteri. | |
153H | (1) Dalam hal Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sudah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ayat (1), Perseroan harus mengubah statusnya menjadi Perseroan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. | (1) Dalam hal Perseroan untuk usaha mikro dan kecil sudah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153A ayat (1), Perseroan harus mengubah statusnya menjadi Perseroan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. | Ketentuan kewajiban perusahaan mikro dan kecil untuk melakukan perubahan status perusahaan apabila sudah tidak memenuhi kriteria mikro dan kecil, diatur secara tegas baik dalam UU Ciptaker 11/2020 ataupun UU Ciptaker 6/2023. Tidak ada perbedaan ketentuan diantara kedua peraturan perundang-undangan tersebut. |
153I | (1) Perseroan untuk usaha mikro dan kecil diberikan keringanan biaya terkait pendirian badan hukum. | (1) Perseroan untuk usaha mikro dan kecil diberikan keringanan biaya terkait pendirian badan hukum. | Tidak ada perbedaan ketentuan mengenai keringan perusahaan yang berhak diperoleh perusahaan mikro dan kecil dalam melaksanakan pendirian perusahaan, baik yang diatur dalam UU Ciptaker 11 2020 ataupun UU Ciptaker 6/2023. |
153J | (1) Pemegang saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. | (1) Pemegang saham Perseroan untuk usaha mikro dan kecil tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. | Tidak ada perbedaan ketentuan mengenai kewajiban pemegang saham dalam pertanggungjawaban kerugian pada Perusahaan mikro dan kecil yang diatur dalam UU Ciptaker 11/2020 dengan UU Ciptaker 6/2023. Keduanya memberikan ketentuan yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemegang saham Perusahaan usaha mikro dan kecil tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secata pribadi, apabila di kemudian hari perusahaan tersebut mengalami kerugian. |