Sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, berikut dengan perubahan terakhir yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU KUP”), pada dasarnya Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya tahun pajak terdapat suatu informasi mengenai Wajib Pajak, yang diantaranya informasi berkaitan dengan hal sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain Wajib Pajak memiliki pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, meskipun wajib pajak telah ditegur secara tertulis
c. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT sesuai dengan tanggal yang tercantum dalam Surat Teguran;
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenaik tarif 0% (nol persen);
e. Wajib Pajak yang melakukan usaha di Indonesia tidak menyelenggarakan pembukuan;
f. Wajib Pajak menolak untuk memperlihatkan pembukuan yang berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak pada saat dilakukannya pemeriksaan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan/atau
g. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Adapun, bersamaan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar karena alasan bahwa Wajib Pajak memiliki pajak terutang tidak atau kurang dibayar, dan/atau Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal ini Wajib Pajak akan dikenakan suatu sanksi administrasi berupa bunga atas pajak terhutang tersebut.
Sedangkan, apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan karena alasan Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT meskipun sudah diberikan Surat Teguran, atau atas PPn BM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen), dan/atau Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang diselenggarakan di Indonesia,
dalam hal ini berdasarkan Pasal 13 ayat 3 UU KUP, bersamaan dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan dengan besaran sebagai berikut :
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Pengajuan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi
Meskipun Wajib Pajak dapat dikenai sanksi administrasi berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, dalam hal ini peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 36 KUP memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk dapat memperoleh penghapusan dan/atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 UU KUP, melalui suatu permohonan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Hal sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya diperkuat dengan Pasal 2 huruf a Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (“PMK 8/2013”), yang pada pokoknya menyatakan bahwa :
“Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya”
Secara formiil, berdasarkan Pasal 38 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (“PP 50/2022”) pada dasarnya permohonan penghapusan sanksi administrasi atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk permohonan kedua kalinya, terhitung sejak tanggal Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama terkirim.
Adapun, hal-hal yang akan dijadikan pertimbangan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menguji permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 j.o Pasal 5 PMK 8/2013 yaitu antara lain pertimbangan terhadap hal-hal sebagai berikut :
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diperoleh Wajib Pajak tidak diajukan keberatan dan/atau diajukan keberatan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut, atau diajukan keberatan akan tetapi tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) Wajib Pajak mengajukan 1 (satu) Permohonan untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak;
3) Permohonan diajukan oleh Wajib Pajak secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
4) Wajib Pajak mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi;
5) Surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ditandatangani secara langsung oleh Wajib Pajak, untuk kemudian disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
6) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirimkan.
Apabila dalam mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi Wajib Pajak telah memenuhi seluruh ketentuan yang telah diuraikan di atas, dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak akan menindaklanjuti permohonan tersebut. Akan tetapi, dalam hal permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tidak memenuhi ketentuan tersebut di atas, dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak akan mengembalikan permohonan tersebut dengan menyampaikan surat yang berisi mengenai pengembalian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
Lebih lanjut, ketentuan mengenai dapat mengajukan permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebanyak 2 (dua) kali, pada dasarnya ketentuan tersebut hanya berlaku apabila dalam melakukan permohonan pengurangan dan/atau penghapusan sanksi administrasi, Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan berkaitan dengan kewajiban menyampaikan 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Akan tetapi, apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan lainnya yang telah ditentukan, setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pengembalian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada Wajib Pajak, dalam hal ini Wajib Pajak tidak dapat melakukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi untuk kedua kalinya kepada Direktur Jenderal Pajak.