Skip to content
Home » Lembaga Manajemen Kolektif atas Hak Cipta

Lembaga Manajemen Kolektif atas Hak Cipta

  • by

Sebagaimana diketahui bersama bahwa pada pokoknya tiap-tiap pemilik dan/atau pencipta atas suatu Kekayaan Intelektual khususnya Kekayaan Intelektual berupa Hak Cipta memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan Hak Ekonomi maupun Hak Moral atas tiap-tiap ciptaannya. Berkaitan dengan Hak Ekonomi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“Undang-Undang Hak Cipta”) telah menentukan bahwa pada pokoknya Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pemegang dan/atau pemilik Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang timbul atas tiap-tiap Ciptaannya.

Manfaat ekonomi sebagaimana dimaksud di atas, dalam hal ini dapat dipahami sebagai manfaat yang memiliki nilai secara ekonomi baik dalam bentuk uang ataupun bentuk lainnya yang berharga (seperti Royalti). Dengan adanya perlindungan terhadap hak ekonomi Pencipta, setiap orang yang memanfaatkan Ciptaan milik Pencipta dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, wajib terlebih dahulu mendapatkan izin pencipta.

“memanfaatkan Ciptaan milik Pencipta dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk layanan publik” sebagaimana dimaksud di atas dapat diartikan sebagai pemanfaatan suatu Ciptaan melalui suatu tindakan yang dapat memberikan manfaat ekonomi, diantaranya sebagai berikut (“Penggunaan Ciptaan Secara Komersil”):
a. Penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. Penerjemahan Ciptaan;
d. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. Pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. Penyewaan Ciptaan.

Berkaitan dengan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil untuk layanan publik, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”) mengatur lebih lanjut kategori layanan publik seperti apa yang dapat dikenakan kewajiban untuk mendapatkan izin dari Pencipta dalam Penggunaan Ciptaan Secara Komersil. Adapun, layanan publik yang dimaksud meliputi :
a. Seminar dan konferensi komersial;
b. Restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam dan diskotek;
c. Konser musik;
d. Pesawat udara, bus, kereta api dan kapal laut;
e. Pameran dan bazar;
f. Bioskop;
g. Nada tunggu telepon;
h. Bank dan kantor;
i. Pertokoan;
j. Pusat rekreasi;
k. Lembaga penyiaran televisi;
l. Lembaga penyiaran radio;
m. Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan
n. Usaha Karaoke.

Dalam hal terdapat pihak yang melakukan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil pada layanan publik sebagaimana dimaksud di atas, pihak yang bersangkutan memiliki kewajiban untuk membayarkan hak ekonomi Pencipta berupa Royalti. Adapun, untuk mempermudah proses Undang-Undang Hak Cipta j.o PP 56/2021 mengatur suatu lembaga yang diberikan kewenangan untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi dari Pencipta dan pemilik Hak Terkait yang bersangkutan.

Lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengurusan Royalti yang diakui berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta ataupun PP 56/2021 pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu diantaranya :
1) Lembaga Manajemen Kolektif (LMK); dan
2) Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

LMK merupakan institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau Pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan Royalti. Sementara itu, LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan Undang-Undang mengenai Hak Cipta yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti serta mengelola kepentingan Hak Ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait di bidang lagu dan/atau musik.

Apabila melihat uraian definisi LMK dan LMKN tersebut di atas, dalam hal ini dapat dipahami bahwa kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti. Akan tetapi, khusus untuk LMKN kewenangan menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti terbatas pada hak ekonomi yang timbul dalam ciptaan khusus di bidang lagu dan/atau musik.

Berkaitan dengan pengelolaan Royalti di bidang lagu dan/atau musik, pada dasarnya LMKN hanya berwenang untuk mengelola Royalti atas lagu dan/atau musik yang telah terintegrasi pada pusat data lagu dan/atau musik, hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 8 PP 56/2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Pengelolaan Royalti
dilakukan oleh LMKN berdasarkan data yang terintegrasi pada pusat data lagu dan/atau musik”.

Note :

Agar lagu dan/atau musik Ciptaan Pencipta dapat terintegrasi dalam pusat data lagu dan/atau musik, dalam hal ini Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait dan/atau Kuasanya wajib terlebih dahulu melakukan permohonan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencatatkan lagu dan/atau musik Ciptaan tersebut ke dalam daftar umum Ciptaan untuk kemudian dimasukkan ke dalam pusat data lagu dan/atau musik.

Pengelolaan Royalti oleh LMKN

Sebagaimana telah kami uraikan sebelumnya, setiap orang yang melakukan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil pada layanan publik wajib membayarkan Royalti kepada Pencipta. Sebelum melakukan pembayaran Royalti tersebut, orang yang bersangkutan wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan Lisensi kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait
melalui LMKN dan setelah mengajukan permohonan Lisensi dalam hal ini kedua pihak wajib untuk menandatangani Perjanjian Lisensi.

Kewajiban penandatangan perjanjian lisensi tersebut di atas dapat dikecualikan apabila tujuan penggunaan lagu dan/atau musik tersebut dipergunakan untuk menunjang suatu kegiatan pertunjukan. Meskipun penggunaan lagu dan/atau musik untuk kegiatan pertunjukan tidak diwajibkan menandatangani Perjanjian Lisensi, akan tetapi pelaksana pertunjukan tetap wajib membayar Royalti atas lagu dan/atau musik yang dipergunakannya kepada LMKN segera setelah pelaksana pertunjukan menggunakan lagu dan/atau musik tersebut secara komersil.

Setelah terikat dalam Perjanjian Lisensi, pihak yang melakukan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil wajib memberikan Laporan Penggunaan Lagu dan/atau musik kepada Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (“SILM”), yang kemudian data laporan yang tercatat dalam SILM tersebut akan dijadikan dasar oleh LMKN untuk menarik dan menghimpun Royalti sesuai dengan banyaknya penggunaan lagu dan/atau musik oleh pihak yang bersangkutan, dengan tarif yang ditentukan oleh LKMN sesuai kewenangannya berdasarkan Pasal 13 ayat 2 PP 56/2021.

Ketentuan Teknis Penghimpunan Royalti

Undang-Undang Kekayaan Intelektual maupun PP 56/2021 pada dasarnya tidak mengatur secara terperinci ketentuan teknis mengenai pembayaran Royalti kepada LMKN. Namun demikian, dengan diberlakukannya PP 56/2021 dalam hal ini dapat dipahami bahwa Pemerintah Indonesia memberikan kemudahan bagi para Penggunaan Ciptaan Secara Komersil untuk taat dan patuh terhadap hak ekonomi yang timbul dalam suatu Ciptaan.

Agar kemudahan untuk taat dan patuh terhadap hak ekonomi yang timbul dalam suatu Ciptaan dapat terealisasikan, pemerintah memberlakukan ketentuan penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian Royalti melalui satu pintu khususnya hanya melalui LMKN, dengan catatan bahwa pihak yang melakukan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil tersebut telah melalui langkah-langkah pengajuan permohonan lisensi dan pelaporan penggunaan Ciptaan melalui SILM.

Kemudahan kewajiban untuk taat dan patuh terhadap perlindungan hak ekonomi dalam suatu Ciptaan juga didukung dengan adanya pemberlakuan keringanan bagi Penggunaan Ciptaan Secara Komersil oleh Pengusaha yang dikategorikan sebagai usaha Mikro berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 PP 56/2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Setiap Orang yang melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik yang merupakan usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah diberikan keringanan tarif Royalti”.

Dengan adanya pemberlakukan keringanan tarif royalti bagi Pengusaha Mikro, dalam hal ini Pengusaha Mikro tetap dapat taat dan patuh terhadap perlindungan hak ekonomi dalam suatu ciptaan, dengan tarif yang disesuaikan dengan kemampuan Pengusaha Mikro yang bersangkutan.

Untuk dapat memperoleh informasi mengenai tarif Royalti dalam hal ini Pengguna Ciptaan Secara Komersil dapat memperoleh informasi lebih lanjut melalui laman website https://www.lmkn.id/lisensi/.

Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Hak Ekonomi Ciptaan

Sebagaimana telah kami uraikan sebelumnya bahwa tiap orang yang melakukaan Penggunaan Ciptaan Secara Komersil sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta, pada dasarnya wajib mendapatkan izin Pencipta dan/atau Pemegang Hak Cipta serta membayarkan hak ekonomi kepadanya berupa Royalti. Apabila pihak yang bersangkutan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, dalam hal ini Pasal 113 telah menetapkan sanksi pidana yang pada pokoknya ditentukan sebagai berikut :

1)  Sanksi Pidana terhadap Penyewaan Ciptaan Tanpa Izin

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).”

2)  Sanksi Pidana terhadap Penerjemahan Ciptaan, Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan, Pertunjukan Ciptaan, Komunikasi Ciptaan Tanpa Izin

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”

3)  Sanksi Pidana terhadap Penerbitan Ciptaan, Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya, Pendistribusian Ciptaan atau salinannya, dan Pengumuman Ciptaan Tanpa Izin

“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak (1) (21 (3) Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *