Skip to content
Home » KETENTUAN MENGENAI PENYELENGGARAAN PUSAT LOGISTIK BERIKAT

KETENTUAN MENGENAI PENYELENGGARAAN PUSAT LOGISTIK BERIKAT

  • by

Pusat Logistik Berikat (“PLB”) merupakan suatu kawasan pabean yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea Cukai, sehingga ketentuan mengenai Penyelenggaraan PLB, pada dasarnya diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.04/2018 (“PMK PLB”).

PLB pada dasarnya dipergunakan sebagai Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkankembali. Pasal 4 PMK PLB mengkategorikan beberapa jenis atau bentuk dari PLB itu sendiri sesuai dengan fungsinya, yaitu meliputi :
a. PLB pendukung kegiatan industri besar;
b. PLB pendukung kegiatan industri kecil dan menengah;
c. PLB pendukung kegiatan hub Cargo udara;
d. PLB pendukung kegiatan E-Commerce;
e. PLB barang jadi;
f. PLB bahan pokok;
g. PLB Floating Storage; atau
h. PLB Ekspor barang komoditas.

Penyelenggaraan PLB sebagaimana dimaksud di atas, pada dasarnya dilaksanakan oleh suatu badan usaha yang memiliki izin tertentu untuk melaksanakan Penyelenggaraan PLB. Namun, PMK PLB juga mengkategorikan beberapa jenis badan usaha yang dapat melaksanakan penyelenggaraan PLB sesuai dengan lingkup penyelenggaraannya, yang akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Badan Usaha Penyelenggara PLB

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam PMK PLB, badan usaha penyelenggara PLB padadasarnya terdiri dari 3 jenis, yaitu Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan Pengusaha merangkap Penyelenggara PLB atau yang disebut dengan PDPLB. Masing – masing badan usaha penyelenggara PLB tersebut memiliki kewenangan serta fungsi dengan lingkup yang berbeda yaitu sebagai berikut:

1. Kewenangan, Fungsi, dan Izin “Penyelenggara PLB”

“Penyelenggara PLB” yaitu merupakan badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat, atau dalam hal ini dapat dipahami bahwa Penyelenggara PLB yaitu merupakan pemilik utama atas lahan yang dipergunakan sebagai tempat penimbunan berikat untuk penyelenggaraan PLB. Penyelenggara PLB dapat mendirikan suatu tempat penimbunan berikat untuk penyelenggaraan PLB dengan memenuhi suatu persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7 PMK PLB, sebagai berikut :
a. Tempat, bangunan atau kawasan PLB terletak di lokasi yang dapat dilalui oleh sarana pengangkut seperti peti kemas dan/atau sarana pengangkut lainnya;
b. Mempunyai batas-batas dan luas yang jelas;
c. Mempunyai tempat untuk pemberiksaan fisik atas barang impor dan/atau barang ekspor;
d. Mempunyai tempat untuk melakukan penimbunan, pemuatan, pembongkaran, pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari luar daerah pabean atau tempat lain dalam daerah pabean;
e. Mempunyai tempat atau area transit untuk barang yang telah didaftarkan pemberitahuan pabeannya sebelum dilakukan pengeluaran barang, kecuali dalam hal calon PLB akan menimbun barang yang mempunyai karakteristik tertentu berupa barang cair, gas atau sejenisnya; dan
f. Mempunyai tata letak dan batas yang jelas untuk melakukan setiap kegiatan.

Untuk melaksanakan serta merealisasikan pendirian tempat penimbunan berikat sebagai kawasan PLB serta untuk menjalankan kewenangannya sebagai Penyelenggara PLB, dalam hal ini Penyelenggara PLB harus memiliki izin Penyelenggara PLB yang diajukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia c.q Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai, melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atau Kepala Kantor Pabean di wilayah PLB didirikan.

Sebelum mengajukan permohonan izin Penyelenggara PLB, dalam hal ini Penyelenggara PLB harus terlebih dahulu memenuhi suatu persyaratan administratif dan teknis yang ditentukan, diantaranya yaitu meliputi persyaratan dengan garis besar sebagai berikut :
a. Memiliki luas lokasi tanah dan/atau bangunan paling sedikit 10.000m2 (sepuluh ribu meter persegi) dalam suatu hamparan, kecuali untuk jenis barang yang ditimbun dalam tangki penimbunan atau tempat penimbunan lain yang memiliki karakteristik khusus dengan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai;
b. Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat, bangunan, atau kawasan yang mempunyai batas dan luas yang jelas, berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan PLB;
c. Memiliki surat izin tempat usaha atau izin lokasi, dokumen lingkungan hidup atau dokumen sejenis yang dipersamakan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
d. Telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan bukti telah menyampaikan surat pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
e. Keterangan tidak memiliki tunggakan Pajak, Bea Masuk, Bea Keluar, dan Cukai yang dikeluarkan oleh instansi terkait; dan
f. Memiliki sertifikat Authorized Economic Operator (AEO) dan/atau sertifikasi lain yang menunjukkan kinerja dan/atau manajemen perusahaan yang baik yang diterbitkan oleh badan atau lembaga yang berwenang.

Dalam hal Menteri menyetujui permohonan Penyelenggara PLB, maka dalam hal ini Menteri akan menerbitkan Keputusan Penetapan tempat sebagai PLB dan Izin Penyelenggara PLB, untukselanjutnya Penyelenggara PLB dapat menjalankan kegiatan operasional yang berkaitan dengan PLB.

2. Kewenangan, Fungsi, dan Izin “Pengusaha PLB”

“Pengusaha PLB”, yaitu merupakan Penyelenggara PLB yang sekaligus melakukan pengusahaan PLB, dengan lingkup pengusahaan meliputi pengurusan teknis maupun administratif ekspor impor di wilayah PLB, termasuk melaksanakan kegiatan sederhana seperti :
a. Pengemasan atau pengemasan kembali;
b. Penyortiran;
c. Standardisasi (quality control);
d. Penggabungan (kitting);
e. Pengepakan;
f. Penyetelan;
g. Konsolidasi barang tujuan ekspor;
h. Penyediaan barang tujuan ekspor;
i. Pemasangan kembali dan/atau perbaikan;
j. Maintainance pada industri yang bersifat strategis, termasuk pengecatan;
k. Pembauran (blending);
l. Pemberian label berbahasa Indonesia;
m. Pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya atas Barang Kena Cukai;
n. Lelang barang modal asal luar daerah pabean;
o. Pameran barang impor dan/atau asal tempat lain dalam daerah pabean;
p. Pemeriksaan dari lembaga atau instansi teknis terkait dalam rangka pemenuhan ketentuan pembatasan impor dan/atau ekspor; dan/atau
q. Pemeriksaan untuk penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) oleh instansi teknis terkait dalam rangka impor dan/atau ekspor.

Sama halnya seperti Penyelenggara PLB, sebelum melaksanakan kegiatan Pengusahaan PLB, Pengusaha PLB wajib terlebih dahulu memenuhi persyaratan izin yang diajukan kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia c.q Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai, melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi atau Kepala Kantor Pabean di wilayah PLB didirikan.

Secara garis besar, prosedur serta persyaratan perizinan Pengusaha PLB pada dasarnya ditentukan sama seperti persyaratan perizinan Penyelenggara PLB. Namun, sehubungan dalam 1 (satu) lokasi pengusahaan PLB hanya boleh terdapat 1 (satu) bentuk Pengusahaan PLB, maka pada saat mengajukan permohonan Izin sebagai Pengusaha PLB, Pengusaha PLB yang bersangkutan wajib untuk mencantumkan bentuk PLB serta jenis kegiatan yang akan dilakukan, agar instansi yang berwenang dapat memastikan bahwa Pengusaha PLB hanya melaksanakan 1 (satu) bentuk Pengusahaan PLB.

Dalam hal Menteri menyetujui permohonan Penyelenggara PLB, maka dalam hal ini Menteri akan menerbitkan Keputusan Penetapan tempat sebagai PLB dan Izin Pengusaha PLB, untuk selanjutnya Pengusaha PLB dapat menjalankan kegiatan operasional yang berkaitan dengan pengusahaan PLB.

3. Kewenangan, Fungsi dan Izin PDPLB

PDPLB” pada dasarnya memiliki kewenangan dan fungsi yang sama dengan Pengusaha PLB. Namun, dalam hal ini PDPLB merupakan badan usaha tertentu yang dibentuk terpisah dari Penyelenggara PLB atau dari pemilik lahan atas PLB tersebut.

Untuk dapat melaksanakan kewenangan dan fungsinya sebagai PDPLB, PDPLB dalam hal ini memiliki kewajiban untuk terlebih dahulu memenuhi perizinan sebagai PDPLB, yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan, dengan prosedur dan persyaratan yang sama seperti pengajuan Pengusaha PLB, dengan 1 (satu) bentuk PLB. Namun, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat 4 huruf g PMK PLB, PDPLB harus bertindak secara mandiri terhadap manajemen logistik, sehingga harus memiliki sumber daya manusia yang berkapabilitas dalam setiap rangkaian kegiatan pengurusan logistik maupun ekspor – impor terhadap barang – barang yang berada di bawah pengawasannya.

Oleh karenanya, PMK PLB melarang PDPLB untuk menginduk dan/atau bekerja sama dengan Penyelenggara PLB maupun pihak lain dalam melaksanakan kegiatan operasional pengusahaan PLB sebagaimana kapasitasnya sebagai PDPLB. Dalam hal Menteri menyetujui permohonan PDPLB, maka dalam hal ini Menteri hanya akan menerbitkan Izin PDPLB, kepada PDPLB yang bersangkutan.

Izin Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan/atau PDPLB, pada dasarnya memiliki jangka waktu yang tidak terbatas, sepanjang Izin Usaha dan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi (untuk Penyelenggaran PLB dan Pengusaha PLB) masih berlaku. Namun, sewaktu – waktu izin tersebut dapat dicabut dan menjadi tidak berlaku, apabila Penyelenggara PLB, Pengusana PLB dan/atau PDPLB tidak mematuhi kewajiban maupun larangan yang ditentukan oleh peraturan perundang – undangan.

Dalam rangka mendukung pengawasan PLB oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB memiliki kewajiban untuk melakukan pemberitahuan pabean atas setiap barang yang masuk atau keluar melalui PLB tempat berwenangnya. Selain itu, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan PDPLB wajib untuk memiliki sistem pengelolaan yang baik agar proses pengawasan dapat dengan mudah dilacak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, setidak – tidaknya yaitu dengan mematuhi hal – hal sebagai berikut :
1) Mendayagunakan Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) dalam pengelolaan barang pada PLB;
2) Menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data secara elektronik untuk Pengusaha PLB atau PDPLB yang diawasi oleh Kantor Pabean yang menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE);
3) Melakukan pencatatan secara realtime dan online pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke PLB;
4) Memasang Closed Circuit Television (CCTV) yang bisa diakses dari Kantor Pabean secara realtime dan online serta memiliki data rekaman paling singkat 7 (tujuh) hari sebelumnya, yang dapat memberikan gambaran mengenai pemasukan dan pengeluaran barang;
5) Memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai;
6) Melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang – barang yang ditimbun di PLB, bersama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi, paling sedikit 1 (satu) kali stock opname dalam kurung waktu 1 (satu) tahun;
7) Menyimpan dan menatausahakan barang yang di timbun di dalam PLB secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisinya apabila dilakukan pencacahan (stock opname);
8) Menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
9) Mengajukan perubahan (update) data dalam hal terdapat data yang berubah terkait perizinan PLB;
10) Memberikan akses terhadap data dan dokumen seluruh kegiatan PLB yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bean dan Cukai; dan
11) Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan PLB apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Selain itu, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB atau PDPLB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang terutang atas barang yang berada atau seharusnya berada di PLB (khusus untuk Penyelenggara PLB juga bertanggungjawab terhadap Bea Masuk Cukai dan/atau PDRI atas Barang yang dimasukkan untuk keperluan penyelenggaraan PLB).

Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, ataupun PDPLB akan dibebaskan dari tanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai dan/atau PDRI apabila terhadap barang – barang tersebut terjadi peristiwa sebagai berikut:
a. Musnah tanpa sengaja;
b. Diekspor dan/atau diekspor kembali;
c. Diimpor untuk dipakai dengan diselesaikan kewajiban pabean, cukai, dan perpajakan;
d. Dikeluarkan ke TPB lainnya;
e. Dikeluarkan ke kawasan bebas;
f. Dikeluarkan ke kawasan ekonomi khusus;
g. Dikeluarkan ke Tempat Penimbunan Pabean; dan/atau
h. Dimusnakan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.

Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB wajib memastikan bahwa barang – barang yang berada di PLB yaitu merupakan barang yang telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan dan tidak dilarang untuk diimpor ataupun diekspor. Selain itu, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB dan/atau PDPLB juga wajib untuk mengeluarkan barang dengan tujuan yang sesuai sebagaimana tercantum dalam izin PLB.Dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB tidak mematuhi ketentuan mengenai kewajiban – kewajiban sebagaimana dimaksud di atas, maka dalam hal ini Menteri melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan melakukan pembekuan dan/atau pencabutan atas Izin tersebut, dan kemudian barang yang berada di PLB akan dinyatakan sebagai barang yang tidak dikuasai.

Perbedaan terhadap pembekuan dan pencabutan izin yaitu dibedakan atas dasar pelanggaran atau tindakan yang dilakukan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB. Pembekuan Izin akan dilakukan apabila Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB melakukan hal – hal sebagai berikut yaitu :
1. Tidak melaksanakan kewajiban dalam melakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas terhadap barang yang dimasukkan ke PLB;
2. Tidak melaksanakan kewajiban dalam memastikan pemasukan dan pengeluaran barang yang masuk maupun keluar dari PLB merupakan barang yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Tidak melaksanakan kewajiban selaku Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB maupun PDPLB sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya di atas, termasuk melanggar kewajiban untuk memastikan bahwa barang yang masuk atau keluar telah sesuai dengan ketentuan barang yang diperbolehkan ataupun sesuai dengan tujuan Barang yang tercantum dalam Izin PLB; dan
4. Menunjukan ketidakmampuan dalam mengusahakan PLB, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dalam pembahasan kewajiban Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB.

Sementara itu, Pencabutan Izin akan dilakukan sebagai bentuk peningkatan dari Pembekuan Izin, apabila Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB melakukan hal – hal sebagai berikut :
1. telah terbukti melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang diberikan;
2. tidak mampu lagi melakukan penyelenggaraan dan/ atau pengusahaan PLB berdasarkan rekomendasi dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai; atau
3. telah terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan yang dilarang dalam ketentuan PMK PLB;
4. tidak melakukan kegiatan penyelenggaraan dan/ atau pengusahaan PLB dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan secara berturut-turut;
5. tidak mendapatkan pemberlakuan kembali atau perpanjangan izin usaha dan/ atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi PLB dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tidak berlakunya izin usaha dan/ atau bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
6. bertindak tidak jujur dalam usahanya, antara lain berupa menyalahgunakan fasilitas PLB dan melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/ atau cukai;
7. dinyatakan pailit; dan/ atau
8. Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB mengajukan permohonan pencabutan.

Dalam hal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencabut izin dari Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan/atau PDPLB, maka selambat – lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin, pihak yang bersangkutan berkewajiban untuk :
a. harus melunasi semua Bea Masuk, Cukai, clan/ atau PDRI yang terutang, baik berupa utang yang berasal dari hasil temuan audit dan/atau utang yang terjadi karena pengeluaran barang dari PLB ke tempat lain dalam daerah pabean;
b. mengekspor kembali barang yang masih ada di PLB ; atau
c. memindahkan barang yang masih ada di PLB ke PLB lain.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa akibat dari pencabutan izin dan ketidakpatuhan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB serta PDPLB terhadap kewajiban yang timbul setelah pencabutan izin, maka barang yang berada di PLB akan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki hak untuk memusnahkan barang baik dengan sengaja maupun tidak sengaja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *