Pengimplementasian kewajiban Pemerintah Indonesia baik dalam tingkat pusat ataupun tingkat daerah untuk mewujudkan keseimbangan pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (“MBR”), diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 (“UU 1/2011”), salah satunya untuk kebijakan pembebasan PPN.
Kebijakan bebas PPN tersebut, dituangkan secara tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2023 (“PMK 60/2023”). Adapun, jenis hunian yang dapat memperoleh subsidi bebas PPN sebagaimana dimaksud di atas pada dasarnya terdiri dari hunian-hunian sebagai berikut, salah satunya yaitu Rumah umum (“Hunian”) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 PMK 60/2023. Untuk dapat memperoleh subsidi bebas PPN, khususnya terhadap Rumah Umum, PMK 60/2023 menetapkan suatu kriteria tertentu.
- Kriteria Penghasilan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 PMK 60/2023, Rumah Umum merupakan rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi orang pribadi Warga Negara Indonesia yang termasuk ke dalam kriteria MBR. Adapun, untuk dapat menentukan bahwa masyarakat telah memenuhi kriteria sebagai MBR, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2021 (“Permen PUPR 1/2021”) menetapkan bahwa penetapan MBR didasarkan pada besaran penghasilan masyarakat yang bersangkutan, dengan mempertimbangkan status Kawin atau Tidak Kawin.
Penghasilan yang menjadi dasar penetapan MBR, pada dasarnya terdiri dari seluruh pendapatan bersih berupa gaji, upah dan/atau pendapatan usaha, serta pendapatan usaha gabungan suami istri untuk masyarakat dengan Status Kawin. Adapun, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 411/KPTS/M/2021 (“Kepmen PUPR 411/KPTS/M/2021”) menegaskan kembali nilai nominal penghasilan yang menjadi dasar penetapan MBR yaitu sebagai berikut :
Wilayah | Penghasilan Perbulan | |
Tidak Kawin | Kawin | |
Jawa,Sumatera,Kalimantan,Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat. | Rp.6.000.000,- | Rp.8.000.000,- |
Papua dan Papua Barat | Rp.7.500.000,- | Rp.10.000.000,- |
- Kriteria Luas Bangunan
Selain kriteria MBR, kebijakan bebas PPN ditetapkan dengan didasarkan pada luas bangunan serta ketentuan lainnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat 5 PMK 60/2023, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Rumah Umum harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Luas bangunan minimal 21m2 (dua puluh satu meter persegi) sampai dengan 36m2 (tiga puluh enam meter persegi);
b. Luas tanah minimal 60m2 (enam puluh meter persegi) sampai dengan 200m2 (dua ratus meter persegi);
c. Harga Jual tidak melebihi batasan harga jual yang tercantum dalam Lampiran yang menjadi satu kesatuan dalam Legal Research ini;
d. Merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak dimiliki.
Persyaratan Masyarakat Pemohon
Untuk memperoleh pembebasan PPN dalam Transaksi Jual Beli Hunian, masyarakat dapat melakukan pembelian hunian tersebut secara tunai maupun kredit dan/atau pembiayaan kepemilikan rumah, dengan terlebih dahulu memastikan bahwa MBR yang bersangkutan (pihak yang memperoleh barang kena pajak) telah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 PMK 60/2023. Adapun, untuk mendapatkan pembebasan pengenaan PPN atas penyerahan Hunian berupa Rumah Umum, MBR harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan kewajiban pajak, termasuk namun tidak terbatas pada :
1) Telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan 2 (dua) tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai 3 (tiga) masa pajak terakhir yang menjadi kewajibannya bagi orang pribadi yang memiliki NPWP; dan
2) Tidak memiliki utang pajak.
Dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak belum terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dilakukannya akad kredit atau memperoleh penolakan sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah, pengenaan PPN akan tetap diberlakukan dan dipungut oleh Instansi Perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Meskipun demikian, ketentuan mengenai pengenaan PPN tersebut di atas dapat dikecualikan, apabila MBR secara aktif menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan fasilitas secara elektronik melalui saluran yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah :
1) Berakhirnya batas waktu terdaftarnya pihak yang memperoleh barang kena pajak sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah setelah dilakukannya akad kredit; atau
2) Pihak yang memperoleh barang kena pajak dinyatakan tidak berhak atas pemberian fasilitas program kepemilikan rumah dari pemerintah.
Catatan :
Dalam hal pihak yang memperoleh barang kena pajak tidak memiliki nomor pokok wajib pajak, pemberitahuan pemanfaatan fasilitas dilakukan oleh pengusaha kena pajak yang menyerahkan rumah umum melalui saluran yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Ketentuan mengenai Pembebasan PPN pada PMK 60/2023 pada dasarnya telah berlaku sejak bulan Juni 2023. Apabila mengacu pada uraian ketentuan di atas, dalam hal ini dapat dipahami bahwa Hunian yang memperoleh pembebasan PPN pada PMK 60/2023 pada dasarnya bukan merupakan Hunian yang memiliki nilai jual dibawah Rp.2.000.000.000,- (dua miliar Rupiah) (“Hunian < 2 Miliar”).
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, kebijakan pembebasan PPN untuk Hunian < 2 Miliar baru akan diberlakukan pada bulan November 2023. Adapun, sesuai dengan database peraturan perundang-undangan di Indonesia, kebjiakan pembebasan PPN yang berlaku saat ini yaitu PMK 60/2023 dan belum diubah ataupun dicabut oleh peraturan perundang-undangan lainnya. Sehingga, kebijakan pembebasan PPN untuk Hunian < 2 Miliar, untuk saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang menetapkannya secara sah.