Dasar hukum adanya ketentuan mengenai Penetapan Tanah Terlantar, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar (“PP 20/2021”), yang pada pokoknya menyatakan bahwa Tanah Terlantar adalah tanah hak, tanah hak Pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan/atau tidak diperlihara.
Pada dasarnya, Pasal 4 PP 20/2021 telah menegaskan bahwa setiap pemegang hak, pemegang hak pengelolaan dan pemegang dasar penguasaan atas Tanah wajib mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan, dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai serta melaporkan pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan dan/atau pemeliharaan tanah tersebut secara berkala. Apabila pemegang hak dengan sengaja tidak melakukan pengusahaan, pemanfaatan, dan/atau pemeliharaan Tanah, maka dalam hal ini Tanah tersebut dapat ditetapkan menjadi suatu objek Tanah Terlantar, yang selanjutnya dapat dilakukan penertiban oleh instansi yang berwenang.
Mengenai unsur “… dengan sengaja tidak melakukan pemeliharaan terhadap Tanah”, penjelasan Pasal 5 PP 20/2021, menjelaskan lebih lanjut bahwa hal – hal yang dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak melakukan pemeliharaan terhadap Tanah yaitu meliputi :
a. Tidak ada kepedulian dari Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan, atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah secara de facto untuk mengelola atau memelihara tanah sehingga tanahnya terbengkalai;
b. Tidak ada kepedulian atau peringatan dari Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah secara de facto sehingga tanahnya dikuasai oleh pihak lain; atau
c. Tidak ada kepedulian dari Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan, atau Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah secara de facto, untuk mengelola atau memelihara tanah sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan dan/atau bencana alam seperti longsor dan banjir.
Selain itu, dalam Pasal 7 PP 20/2021 ditegaskan bahwa suatu Tanah yang memiliki alas hak, akan ditetapkan sebagai objek penertiban Tanah Terlantar apabila dalam kenyataannya telah terbukti bahwa Tanah tersebut :
a. Dikuasai oleh masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan;
b. Dikuasasi oleh pihak lain secara terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak; atau
c. Fungsi sosial Hak atas Tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada (fungsi sosial tanah yaitu merupakan fungsi untuk memelihara tanah, menambah kesuburannya, dan mencegah terjadinya kerusakan sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna, serta bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan lingkungan).
Untuk Tanah yang diperoleh berdasarkan dokumen Dasar Penguasaan Atas Tanah, atau tanah – tanah dengan dasar sebagai berikut :a. Akta jual beli atas hak tanah yang sudah bersertipikat yang belum dibalik nama;
b. Akta jual beli atas hak milik adat yang belum diterbitkan sertipikatnya;
c. Surat izin menghuni;
d. Risalah lelang;
e. Keputusan pelepasan kawasan hutan; atau
f. Bukti penguasaan lainnya dari pejabat yang berwenang, akan ditetapkan sebagai Objek Penertiban Tanah Terlantar, apabila pemegang hak dasar penguasaan atas tanah dengan sengaja tidak mengusahakan, tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan dan/atau tidak dipelihara dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya Dasar Penguasaan Atas Tanah.
PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
Suatu Tanah, dapat terindikasi sebagai Tanah Terlantar berdasarkan hasil Inventarisasi Kantor Pertanahan yang dilaksanakan atas dasar laporan atau informasi yang bersumber dari pihak – pihak sebagai berikut, yaitu :
a. Pemegang Hak, Pemegang Hak Pengelolaan, Pemegang Dasar Penguasaan Atas Tanah;
b. Hasil pemantauan dan evaluasi Hak Atas Tanah dan Dasar Penguasaan Atas Tanah yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah, dan Kementrian;
c. Kementrian/lembaga;
d. Pemerintah daerah; dan/atau
e. Masyarakat.
Berdasarkan hasil inventarisasi Tanah Terlantar tersebut, dalam hal ini Pejabat yang berwenang akan melakukan penertiban terhadap Tanah Terlantar, yang dilakukan secara bertahap yaitu melalui tahapan – tahapan sebagai berikut :
a. Evaluasi Tanah Terlantar
Evaluasi Tanah Terlantar pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokumen hak atas tanah, hak pengelolaan maupun dokumen atas Dasar Penguasaan Atas Tanah, serta pemeriksaan terhadap pelaksanaan pengusahaan, penggunaan, pemanfaatan dan/atau pemeliharaan tanah secara faktual, yang dilaksanakan dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
Apabila dalam proses pemeriksaan tersebut terbukti bahwa pemegang hak dengan sengaja tidak mempergunakan, tidak memanfaatkan, dan/atau tidak memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai, maka kantor pertanahan setempat akan menerbitkan pemberitahuan kepada pemegang hak yang bersangkutan untuk melakukan pemanfaatan dan/atau pemeliharaan tanah selambat – lambatnya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan.
b. Peringatan Tanah Terlantar
Apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir a di atas pemegang hak atas tanah tidak melakukan pengusahaan, pemanfataan dan/atau pemeliharaan tanah, maka dalam hal ini kantor pertanahan setempat akan menerbitkan suatu surat peringatan, yang diterbitkan secara bertahap dengan jangka waktu keberlakuan sebagai berikut :
a. Surat Peringatan Pertama, jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari;
b. Surat Peringatan Kedua, jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari; dan
c. Surat Peringatan Ketiga, jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
Dalam jangka waktu surat peringatan tersebut di atas, kantor pertanahan memberikan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah ataupun pemegang dasar penguasaan atas tanah untuk mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai. Namun, apabila sampai dengan surat peringatan ketiga pemegang hak atas tanah ataupun pemegang dasar penguasaan atas tanah tidak mengusahakan, mempergunakan, memanfaatkan dan/atau memelihara tanah yang dimiliki atau dikuasai, maka dalam hal ini kepala kantor pertanahan setempat akan mengusulkan Penetapan Tanah Terlantar kepada Menteri yang berwenang di bidang pertanahan.
c. Penetapan Tanah Terlantar
Penetapan Tanah Terlantar, akan dilakukan berdasarkan usulan dari Kepala Kantor Pertanahan kepada Menteri yang berwenang di bidang pertanahan. Selama proses penetapan tanah terlantar tersebut, dalam hal ini siapapun tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas bidang tanah sampai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai Penetapan Tanah Terlantar.
Dengan ditetapkannya Tanah sebagai Tanah Terlantar, maka dalam hal ini penetapan Tanah Terlantar yang diterbitkan oleh Menteri tersebut akan memuat :
a. Hapusnya hak atas Tanah atau Hak Pengelolaan;
b. Putusnya hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah, hak pengelolaan dan/atau pemegang dasar penguasaan atas tanah dengan tanah yang dikuasasi; dan
c. Penegasan bahwa Tanah yang bersangkutan merupakan tanah negara bekas Tanah Terlantar yang dikuasasi langsung oleh negara.
Catatan :
Hapusnya Hak atas Tanah atau Hak Pengelolaan pada bagian yang diterlantarkan, tidak mengakibatkan hapusnya hak atas tanah atau hak pengelolaan pada bagian tanah yang tidak ditelantarkan. Oleh karenanya, menteri dan/atau kepala kantor pertanahan akan memberikan perintah untuk melakukan revisi luas Hak atas Tanah atau Hak Pengelolaan.
Penetapan Tanah Terlantar terhadap Tanah Warisan
Tanah Warisan pada dasarnya merupakan hak atas tanah yang diperoleh berdasarkan pewarisan atas hubungan hukum antara Pewaris dengan Ahli Warisnya. Berkaitan dengan penetapan tanah terlantar terhadap Tanah Warisan, apabila mengacu pada ketentuan Tanah Terlantar dalam PP 20/2021, suatu Tanah Warisan dapat ditetapkan sebagai Tanah Terlantar apabila pemegang hak Tanah Warisan tersebut tidak melakukan pengusahaan, pemanfaatan dan/atau pemeliharaan terhadap Tanah Warisan.
Untuk menghindari adanya penetapan Tanah Warisan sebagai Tanah Terlantar karena ahli waris tidak melakukan pengusahaan, pemanfaatan dan/atau pemeliharaan terhadap tanah warisan, ataupun belum melakukan balik nama, Ahli Waris yang berhak atas Tanah Warisan tersebut dapat melakukan :
a. Pengurusan dokumen yang menyatakan hubungan hukum antara ahli waris dengan pewaris yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang waris untuk memperoleh dasar penguasaan lainnya dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (5) PP 20/2021; dan
b. menguasai secara fisik tanah warisan secara terus menerus guna menghindari adanya penguasaan fisik Tanah Warisan oleh pihak lain yang tidak memiliki hubungan hukum dengan pemegang hak, sebagaimana hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk penetapan Tanah Terlantar sesuai dengan ketentuan pada Pasal 7 PP 20/2021.