Restitusi Pajak atau yang dikenal dengan Tax Refund pada dasarnya merupakan kebijakan yang dapat dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak (“Ditjen Pajak”) untuk melakukan Pengembalian Pendahuluan terhadap atas Pajak Lebih Bayar untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak (“Restitusi Pajak”).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah beberapa kali sebagaimana perubahan terakhir pada Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 (“UU KUP”), hak untuk memperoleh Restitusi Pajak pada dasarnya akan timbul kepada Wajib Pajak apabila Ditjen Pajak telah melakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan yang diajukan oleh Wajib Pajak dan berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut terdapat Lebih Bayar Pajak dari jumlah pajak terutang yang seharusnya.
Ditjen Pajak kemudian akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan kemudian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut dapat dijadikan dasar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak (restitusi biasa).
Selain itu, pelaksanaan Restitusi Pajak pada dasarnya dapat dilakukan akibat beberapa hal lainnya yang diantaranya yaitu meliputi :
– Kekeliruan pemungutan pajak;
– Kekeliruan pemotongan pajak;
– Kekeliruan perhitungan pajak pada SPT;
– Memperoleh Fasilitas pajak tidak dipungut/ditanggung pemerintah;
– Memiliki aktivitas atau kegiatan usaha yang dikenakan tarif pajak 0% (nol persen); dan/atau
– Bukan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak.
Restitusi Pajak Pendahuluan
Pasal 17C UU KUP, pada pokoknya telah mengatur Wajib Pajak tertentu yang dapat mengajukan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (“Restitusi Pendahuluan”). Hal tersebut juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (“PMK 39/2018”), yang pada pokoknya mengatur dan mengklasifikasikan wajib pajak tertentu sebagai berikut :
a. Wajib Pajak Kriteria Tertentu (“WP Kriteria Tertentu”);
b. Wajib Pajak Persyaratan Tertentu (“WP Persyaratan Tertentu”); atau
c. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah (“PKP Berisiko Rendah”),
Wajib Pajak pada huruf a sampai dengan huruf c di atas, diberikan hak untuk mengajukan Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak kepada Ditjen Pajak, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat Lebih Bayar Pajak dan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar oleh Ditjen Pajak. Adapun, atas permohonan Restitusi Pendahuluan tersebut Ditjen Pajak akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (“SKPPKP”), yang dapat diperoleh dengan melalui beberapa prosedur tertentu terlebih dahulu. Secara garis besar, prosedur untuk memperoleh Restitusi Pendahuluan pada dasarnya ditentukan sama. Namun, terdapat persyaratan – persyaratan khusus yang ditentukan berbeda untuk masing-masing kategori Wajib Pajak, diantaranya yaitu sebagai berikut :
A. Persyaratan Khusus Restitusi Pajak untuk WP Kriteria Tertentu
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PMK 39/2018, WP Kriteria Tertentu yaitu merupakan Wajib Pajak yang pada pokoknya memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut, yaitu :
1) Wajib Pajak tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
2) Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
3) hasil Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah memperoleh hasil dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
4) tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Akan tetapi, untuk dapat memperoleh status sebagai WP Kriteria Tertentu, dalam hal ini wajib pajak yang bersangkutan harus memperoleh penetapan terlebih dahulu dari KPP setempat berdasarkan permohonan mandiri oleh wajib pajak yang disampaikan selambat-lambatnya pada tanggal 10 Januari setiap tahunnya. Setelah mengajukan permohonan penetapan WP Kriteria Tertentu, dalam hal ini permohonan tersebut akan diteliti oleh Ditjen Pajak untuk kemudian dalam jangka waktu selambat lambatnya 1 (satu) bulan setelah diajukannya permohonan, Ditjen Pajak wajib untuk menerbitkan dokumen sebagai berikut :
1) Keputusan Penetapan WP Kriteria Tertentu apabila wajib pajak dianggap telah memenuhi kriteria yang ditetapkan; atau
2) Pemberitahuan Penolakan Permohonan apabila wajib pajak tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
B. Persyaratan Khusus Restitusi Pajak untuk WP Persyaratan Tertentu
Berbeda dengan WP Kriteria Tertentu yang harus terlebih dahulu memperoleh penetapan sebagai WP Kriteria Tertentu, WP Persyaratan Tertentu pada dasarnya hanya perlu memenuhi suatu persyaratan-persyaratan tertentu. Adapun, hal tersebut diatur dalam Pasal 9 PMK 39/2018 yang pada pokoknya mengatur bahwa WP Persyaratan Tertentu wajib memenuhi persyaratanpersyaratan sebagai berikut :
1) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta Rupiah);
3) Wajib Pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp.1.000.000.000.000,- (satu miliar Rupiah);
4) Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu miliar Rupiah).
Apabila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan WP Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud di atas dan Wajib Pajak mengalami kelebihan bayar pajak, dalam hal ini pemenuhan salah satu persyaratan tersebut di atas dapat dijadikan dasar oleh Wajib Pajak yang bersangkutan untuk melakukan permohonan Restitusi Pajak.
C. Persyaratan Khusus Restitusi Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 PMK 39/2018, PKP Berisiko Rendah yaitu merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan suatu kegiatan tertentu dan pada pokoknya memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu :
1) Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia;
2) Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
3) PKP yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan;
4) PKP yang telah ditetapkan sebagai Authorized Economic Operator; dan/atau
5) Pabrikan atau produsen yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
Adapun, yang dimaksud dengan “suatu kegiatan tertentu” yaitu diantaranya kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
2) penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
3) penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
4) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Benvujud; dan/ atau
5) ekspor Jasa Kena Pajak.
Sama halnya seperti WP Kriteria Tertentu, untuk dapat diakui sebagai PKP Berisiko Rendah, dalam hal ini Wajib Pajak yang bersangkutan wajib terlebih dahulu memperoleh penetapan sebagai PKP Berisiko Rendah dari Ditjen Pajak. Adapun, penetapan tersebut dapat diperoleh berdasarkan permohonan kepada KPP setempat dengan melampirkan dokumen-dokmuen pendukung sebagai berikut :
1) Surat Penetapan sebagai Mitra Usaha Kepabeanan;
2) Surat Penetapan sebagai Authorized Economic Operator; atau
3) Surat Pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi.
Setelah permohonan PKP Berisiko Rendah diajukan kepada KPP setempat, Ditjen Pajak akan meneliti permohonan tersebut untuk memastikan bahwa permohonan yang diajukan telah sesuai dengan persyaratan dan kriteria PKP Berisiko Rendah yang diatur dalam Pasal 12 PMK 39/2018.
Adapun, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 15 (lima) belas hari sejak permohonan diterima
secara lengkap, Ditjen Pajak akan menerbitkan dokumen sebagai berikut :
a. Keputusan Penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah; atau
b. Pemberitahuan Penolakan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa prosedur pengajuan Restitusi Pajak untuk seluruh golongan wajib pajak ditetapkan sama. Wajib Pajak, yaitu baik WP Kriteria Tertentu, WP Persyaratan Tertentu dan PKP Berisiko Rendah dapat mengajukan Permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak Lebih Bayar apabila seluruh Wajib Pajak tersebut telah memenuhi Persyaratan Khusus sebagaimana diuraikan di atas.
Setelah persyaratan khusus dipenuhi, Wajib Pajak mengajukan Permohonan Pengembalian
Pendahuluan Pajak Lebih Bayar dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan pada SPT,
untuk kemudian diteliti Ditjen Pajak melakukan penelitian terhadap Persyaratan Formal khususnya
mengenai hal-hal sebagai berikut :
1) Keberlakuan Keputusan Penetapan WP Kriteria Tertentu atau Keputusan PKP Berisiko Rendah;
2) Terpenuhinya seluruh persyaratan khusus sebagai WP Kriteria Tertentu, WP Persyaratan Tertentu dan PKP Berisiko Rendah;
3) Kebeneran penulisan dan penghitungan pajak untuk memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak;
4) Bukti pemotongan atau bukti pemungutan Pajak Penghasilan telah dialporkan dalam SPT WP Pemohon dan SPT pemotong atau pemungut pajak; dan
5) Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh WP Kriteria Tertentu telah dilaporkan dalam SPT Masa Pajak PPN yang membuat Faktur Pajak atau telah divalidasi dengan NTPN.
Lebih lanjut, apabila Persyaratan Formal telah dipenuhi dalam hal ini Ditjen Pajak akan menerbitkan SKPPKP, yang diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya :
1) 3 (tiga) bulan untuk Restitusi Pajak Penghasilan WP Kriteria Tertentu;
2) 6 (enam) bulan untuk Restitusi Pajak Pertambahan Nilai WP Kriteria Tertentu;
3) 15 (lima belas) hari untuk Restitusi Pajak Penghasilan Orang Pribadi WP Persyaratan Tertentu;
4) 1 (satu) bulan untuk Restitusi Pajak Penghasilan Badan WP Persyaratan Tertentu;
5) 1 (satu) bulan untuk Restiusi Pajak PPN WP Persyaratan Tertentu; dan
6) 1 (satu) bulan sejak permohonan untuk PKP Berisiko Rendah, sejak Permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak Lebih Bayar diterima. Apabila sampai dengan jangka waktu tersebut Ditjen Pajak tidak menerbitkan SKPPKP, maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan untuk memperoleh Restitus Pajak.
Catatan : |
Setelah permohonan pengembalian pendahuluan wajib pajak dikabulkan oleh Ditjen Pajak dalam SKPPKP, maka Wajib Pajak yang bersangkutan dapat memperoleh Restitusi Pajak, dengan ketentuan pengecualian sebagai berikut :
– Bukti Pemotongan atau Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Pemotong dan tidak dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak, hal tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak;
– Bukti Pemotongan atau Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan yang dikreditkan dalam SPT Wajib Pajak dan belum dilaporkan dalam SPT Pemotong, tidak dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak;
– Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan Wajib Pajak dan tidak dilaporkan dalam SPT Masa Pajak PPN PKP yang membuat Faktur Pajak, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
– Faktur Pajak Masukan yang dilaporkan dalam SPT Masa Pajak PPN PKP yang membuat Faktur Pajak dan tidak dikreditkan WP Kriteria Tertentu, tidak diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak.
Selain hal-hal tersebut di atas, terdapat syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seluruh golongan Wajib Pajak untuk memperoleh hak Restitusi Pajak, yaitu Wajib Pajak memastikan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam proses pemeriksaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau Wajib Pajak tidak ditetapkan melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima tahun) terakhir.