Dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, masyarakat menciptakan euforianya tersendiri dengan tujuan untuk mendukung calon-calon presiden dan wakil presiden serta calon legislatif sesuai dengan pilihannya tersendiri. Dalam pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024, terasa euforia yang berbeda pada masyarakat akibat adanya salah satu calon legislatif yang cukup menarik perhatian yaitu Alfiansyah Komeng yang mencalonkan diri sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Pencalonan Alfiansyah Komeng sebagai Dewan Perwakilan Daerah sangat menarik perhatian dan memberikan antusias yang tinggi bagi masyarakat, mengingat sebagaimana diketahui bersama Alfiansyah Komeng merupakan seorang selebriti yang fokus menjalankan karier sebagai komedian dan hal tersebut memberikan dampak bagi masyarakat untuk dengan mudah mengenali yang bersangkutan dalam kertas suara. Terlebih, hal tersebut juga didukung oleh minimnya pengetahuan masyarakat terhadap calon-calon legislatif lainnya yang terdaftar pada kertas suara.
Namun hal yang patut disorot adalah, di saat selebriti lain lebih memilih untuk masuk melalui jalur DPR, mengapa yang bersangkutan lebih memiliki jalur DPD? Apa yang membedakan DPR dengan DPD?
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan salah satu lembaga legislatif yang mewakili masyarakat untuk melakukan penyusunan peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan kebijakan dan otonomi daerah, dengan fungsi pokok untuk menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Hal tersebut tercantum di dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (“UUD 1945”) yang diatur lebih lanjut dalam:
- Undang-undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
- Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib (“Peraturan DPD 1/2022”) dengan tugas dan wewenang DPD sebagai berikut:
dengan tugas dan wewenang DPD sebagai berikut:
1. Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
4. DPD menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
APBN; dan
5. Wewenang lainnya yang diatur dalam UUD 1945 maupun Peraturan DPD 1/2022.
Meskipun DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sama-sama menduduki kursi legislatif, akan tetapi apabila melihat wewenang DPD yang diatur dalam UUD 1945 maupun Peraturan Daerah 1/2022, dalam hal ini dapat dipahami bahwa wewenang DPD dengan DPR sedikit berbeda, dengan pokok perbedaan yaitu DPD merupakan lembaga legislatif yang memiliki wewenang pokok untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia serta wewenang terbatas pada mengajukan rancangan peraturan perundang-undangan kepada DPR yang berkaitan dengan kepentingan daerah.
Dengan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap terwujudnya kesejahteraan di daerah, dalam hal ini DPD dapat memberikan pertimbangan, dan usul atas setiap fungsi legislasi yang dilaksanakan oleh DPR.
Syarat Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Mengacu pada ketentuan Pasal 15 ayat 2 PKPU Pencalonan DPD, Calon Legislatif wajib memastikan bahwa yang bersangkutan bukan pengurus partai politik pada tingkat pusat maupun tingkat daerah, dimana hal tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap independensi Anggota DPD untuk terhindar dari adanya intervensi serta benturan kepentingan partai politik.
Sesuai dengan Pasal 22C ayat 1 UUD 1945, Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum sebanyak 4 (empat) orang untuk setiap provinsi, dengan masa jabatan selama 5 (lima) tahun. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah berikut dengan perubahan terakhir yang tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2022 (“PKPU Pencalonan DPD”) telah menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh Calon Anggota DPD yang akan ikut serta dalam pemilihan umum Calon Anggota Legislatif.
Sesuai dengan Pasal 15 ayat 1 PKPU Pencalonan DPD, syarat umum yang harus dipenuhi oleh calon
Anggota DPD diantaranya yaitu meliputi :
a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
b. Bertawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia
e. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;
f. Setiap kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika;
g. Tidak pernah terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;
h. Sehat jasmani dan rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika;
i. Terdaftar sebagai pemilih;
j. Bersedia bekerja penuh waktu;
k. Mengundurukan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, Kepala Desa dan Perangkat Desa, Badan Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan
pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta
badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
n. mencalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan;
o. mencalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan;
p. mendapat dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat 1 PKPU Pencalonan DPD tersebut di atas, Pasal 15 ayat 2 PKPU Pencalonan DPD juga menentukan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh Calon Legislatif DPD yang diantaranya yaitu menegaskan bahwa perseorangan yang mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif wajib memastikan bahwa yang bersangkutan bukan pengurus partai politik tingkat pusat sampai tingkat paling rendah.
Sebagaimana telah kami uraikan sebelumnya, bahwa dengan adanya syarat Calon Legislatif DPD bukan merupakan pengurus partai politik dan hanya perlu memperoleh dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan, dalam hal ini dapat memberikan dampak yang baik terhadap independensi Anggota DPD untuk terhindar dari adanya intervensi serta benturan kepentingan partai politik. Namun demikian, hal tersebut juga tidak dapat serta merta memperkuat pengaruh anggota DPD yang bersangkutan, mengingat suara, keputusan, dan/atau kebijakan yang disampaikan oleh anggota DPD, akan kalah jumlah dengan DPR.
Sehingga selayaknya DPD bisa lebih berperan secara aktif dalam mendorong perkembangan kemajuan di daerah, karena perwakilan yang mereka miliki sesungguhnya mencerminkan kepentingan daerah di tingkat pusat. Jika DPD tidak berdaya, maka apalah arti perwakilan tersebut, semoga kita dapat menguatkan peran ini bersama demi kepentingan daerah di masa yang akan datang.